MUJTAHID
A Pengertian
Mujtahid
Mujtahid merupakan isim fa’il dari
kalimat ijtihad yang artinya mencurahkan segala
kemampuan/sungguh-sungguh. Isim Fa’il menurut bahasa indonesianya adalah pelaku
(subjek). Jadi, dapat disimpulkan bahwa mujtahid ialah orang yang bertijtihad
atau dengan kata lain sebagai seseorang yang mencurahkan segala kemampuan dalam
mengistinbathkan hukum syara’.
B. Syarat-syarat
Mujtahid
Pintu ijtihad selalu terbuka pada setiap masa,
dengan perkembangan, ijtihad selalu diperlukan. Namun demikian tidak berarti
setiap orang boleh melakukan ijtihad. Akhir-akhir ini, sebagian cendekiawan
Islam merasa berhak dan mau berijtihad, tanpa melihat kesulitan proses ijtihad.
Masalah ijtihad sebenarnya bukan mau atau tidak mau, tetapi persoalan mampu
atau tidak mampu. Memaksa orang yang tidak mampu untuk berijtihad mengundang
bahaya, sebab untuk melakukan ijtihad seseorang harus memenuhi syarat-syarat
tertentu yang bisa membawa ke derajat mujtahid.
Ulama ahli Ushul berbeda pendapat dalam
menetapkan syarat-syarat ijtihad atau syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad). Secara umum, pendapat mereka
tentang persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum
yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut bahasa maupun syariah. Akan tetapi,
tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya
saja, sehingga memudahkan baginya apabila ia membutuhkan. Imam Ghazali, Ibnu
Arabi, dan Ar-Razi membatasi ayat-ayat hukum tersebut sebanyak lima ratus
ayat.
2.
Menguasai
dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syariat.
Akan tetapi, tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui
letak-letaknya secara pasti, untuk memudahkannya jika ia membutuhkannya. Ibnu
Hanbal dasar ilmu yang berkaitan dengan hadis Nabi berjumlah sekitar 1.200
hadis. Oleh karena itu, pembatasan tersebut dinilai tidak tepat karena
hadis-hadis hukum itu tersebar dalam berbagai kitab yang berbeda-beda Menurut Asy-Syaukani, seorang
mujtahid harus mengetahui kitab-kitab yang menghimpun hadis dan bisa membukanya
dengan cepat, misalnya dengan menggunakan kamus hadis. Selain itu, ia pun harus
mengetahui persambungan sanad dalam hadis (Asy-Syaukani : 22) Sedangkan menurut At-Taftaji,
sebaiknya mujtahid mengambil referensi dari kitab-kitab yang sudah masyhur
kesahihannya, seperti Bukhari Muslim, Baghawi, dan lain-lain
3.
Mengetahui
nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an dan sunnah, supaya tidak salah dalam
menetapkan hukum, namun tidak disyaratkan harus menghapalnya. Di antara
kitab-kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam naskah dan mansukh adalah kitab
karangan Ibnu Khujaimah, Abi Ja’far an Nuhas, Ibnu Jauzi, Ibnu Hajm dan
lain-lain
4.
Mengetahui
permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga ijtihad-nya
tidak bertentangan dengan ijma’. Kitab yang bisa dijadikan rujukan diantaranya
kitab maratiba al-ijma’ (ibn Hajm)
5.
Mengetahui
qiyas dan berbagai persyaratannya serta meng-instimbat-nya, karena qiyas
merupakan kaidah dalam berijtihad.
6.
Menguasai
bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta
berbagai problematikanya. Hal ini antara lain karena Al-Qur’an dan as sunnah
ditulis dengan bahasa Arab. Namun, tidak disyaratkan untuk betul-betul
menguasainya atau menjadi ahlinya, melainkan sekurang-kurangnya mengetahui
maksud yang dikandung dari Al-Qur’an atau al-hadis
7.
Menguasai
ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad. Bahkan, menurut Fakhru
ar-Razi, ilmu yang paling penting dalam berijtihad adalah ilmu ushul
fiqh Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan syariat) secara umum, karena
bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan maqashidu asy-syariah sebagai
standarnya.Maksud dari maqashidu al-syariah antara lain menjaga kemaslahatan
manusia dan menjatuhkan dari kemadharatan. Namun, standarnya adalah syara’,
bukan kehendak manusia, karena manusia tidak jarang menganggap yang hak menjadi
tidak hak dan sebaliknya.
Muhammad Musa Towana dalam bukunya yang
berjudul al-ijtihad mengelompokkan syarat-syarat mujtahid ke dalam beberapa
bagian berikut rinciannya. Pertama, persyaratan umum (al-syurut al-‘ammah), yang
meliputi: (1) balig, (2) berakal sehat, (3) kuat daya nalarnya, dan (4) beriman
atau mukmin. Kedua, persyaratan pokok (al-syurut al-asasiyah),
yaitu syarat-syarat mendasar yang menuntut mujtahid supaya memiliki kecakapan
berikut: (1) mengetahui Qur’An (2) memahami Sunnah, (3) memahami maksud-maksud
hukum syari’at, dan (4) mengetahui kaidah-kaidah umum (al-qawa’id al-kulliyat)
hukum Islam. Ketiga, persyaratan penting (al-syurut al-hammah),
yakni beberapa persyaratan yang penting dipunyai mujtahid. Syarat-syarat ini
mencakup: (1) menguasai bahasa Arab, (2) mengetahui ilmu ushul al-fiqh, (3)
mengetahui ilmu mantik atau logika, dan (4) mengetahui hukum asal suatu perkara
(al-bara’ah al-asliyah) Keempat, persyaratan pelengkap (al-syurut
al-takmiliyah) yang mencakup: (1) tidak ada dalil qat’i bagi masalah yang
diijtihadi, (2) mengetahui tempat-tempat khilafiyah atau perbedaan pendapat,
dan (3) memelihara kesalehan dan ketaqwaan diri.
NAMA :
TANIA PRAMAYUANI (
17304153001)
:NADILA ANIS KUSUMAWATI (17304153017)
PRODI :
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar