Minggu, 30 Oktober 2016

ushul fiqih



MUJTAHID



A Pengertian Mujtahid
Mujtahid merupakan isim fa’il dari kalimat ijtihad yang artinya mencurahkan segala kemampuan/sungguh-sungguh. Isim Fa’il menurut bahasa indonesianya adalah pelaku (subjek). Jadi, dapat disimpulkan bahwa mujtahid ialah orang yang bertijtihad atau dengan kata lain sebagai seseorang yang mencurahkan segala kemampuan dalam mengistinbathkan hukum syara’.
B. Syarat-syarat Mujtahid 
Pintu ijtihad selalu terbuka pada setiap masa, dengan perkembangan, ijtihad selalu diperlukan. Namun demikian tidak berarti setiap orang boleh melakukan ijtihad. Akhir-akhir ini, sebagian cendekiawan Islam merasa berhak dan mau berijtihad, tanpa melihat kesulitan proses ijtihad. Masalah ijtihad sebenarnya bukan mau atau tidak mau, tetapi persoalan mampu atau tidak mampu. Memaksa orang yang tidak mampu untuk berijtihad mengundang bahaya, sebab untuk melakukan ijtihad seseorang harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang bisa membawa ke derajat mujtahid.
Ulama ahli Ushul berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat ijtihad atau syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad). Secara umum, pendapat mereka tentang persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.         Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut bahasa maupun syariah. Akan tetapi, tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya saja, sehingga memudahkan baginya apabila ia membutuhkan. Imam Ghazali, Ibnu Arabi, dan Ar-Razi membatasi ayat-ayat hukum tersebut sebanyak lima ratus ayat. 
2.        Menguasai dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syariat. Akan tetapi, tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya secara pasti, untuk memudahkannya jika ia membutuhkannya. Ibnu Hanbal dasar ilmu yang berkaitan dengan hadis Nabi berjumlah sekitar 1.200 hadis. Oleh karena itu, pembatasan tersebut dinilai tidak tepat karena hadis-hadis hukum itu tersebar dalam berbagai kitab yang berbeda-beda Menurut Asy-Syaukani, seorang mujtahid harus mengetahui kitab-kitab yang menghimpun hadis dan bisa membukanya dengan cepat, misalnya dengan menggunakan kamus hadis. Selain itu, ia pun harus mengetahui persambungan sanad dalam hadis (Asy-Syaukani : 22) Sedangkan menurut At-Taftaji, sebaiknya mujtahid mengambil referensi dari kitab-kitab yang sudah masyhur kesahihannya, seperti Bukhari Muslim, Baghawi, dan lain-lain 
3.        Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an dan sunnah, supaya tidak salah dalam menetapkan hukum, namun tidak disyaratkan harus menghapalnya. Di antara kitab-kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam naskah dan mansukh adalah kitab karangan Ibnu Khujaimah, Abi Ja’far an Nuhas, Ibnu Jauzi, Ibnu Hajm dan lain-lain 
4.        Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga ijtihad-nya tidak bertentangan dengan ijma’. Kitab yang bisa dijadikan rujukan diantaranya kitab maratiba al-ijma’ (ibn Hajm) 
5.        Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya serta meng-instimbat-nya, karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad. 
6.        Menguasai bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya. Hal ini antara lain karena Al-Qur’an dan as sunnah ditulis dengan bahasa Arab. Namun, tidak disyaratkan untuk betul-betul menguasainya atau menjadi ahlinya, melainkan sekurang-kurangnya mengetahui maksud yang dikandung dari Al-Qur’an atau al-hadis 
7.        Menguasai ilmu ushul fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad. Bahkan, menurut Fakhru ar-Razi, ilmu yang paling penting dalam berijtihad adalah ilmu ushul fiqh Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan syariat) secara umum, karena bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan maqashidu asy-syariah sebagai standarnya.Maksud dari maqashidu al-syariah antara lain menjaga kemaslahatan manusia dan menjatuhkan dari kemadharatan. Namun, standarnya adalah syara’, bukan kehendak manusia, karena manusia tidak jarang menganggap yang hak menjadi tidak hak dan sebaliknya.
Muhammad Musa Towana dalam bukunya yang berjudul al-ijtihad mengelompokkan syarat-syarat mujtahid ke dalam beberapa bagian berikut rinciannya. Pertama, persyaratan umum (al-syurut al-‘ammah), yang meliputi: (1) balig, (2) berakal sehat, (3) kuat daya nalarnya, dan (4) beriman atau mukmin. Kedua, persyaratan pokok (al-syurut al-asasiyah), yaitu syarat-syarat mendasar yang menuntut mujtahid supaya memiliki kecakapan berikut: (1) mengetahui Qur’An (2) memahami Sunnah, (3) memahami maksud-maksud hukum syari’at, dan (4) mengetahui kaidah-kaidah umum (al-qawa’id al-kulliyat) hukum Islam. Ketiga, persyaratan penting (al-syurut al-hammah), yakni beberapa persyaratan yang penting dipunyai mujtahid. Syarat-syarat ini mencakup: (1) menguasai bahasa Arab, (2) mengetahui ilmu ushul al-fiqh, (3) mengetahui ilmu mantik atau logika, dan (4) mengetahui hukum asal suatu perkara (al-bara’ah al-asliyah) Keempat, persyaratan pelengkap (al-syurut al-takmiliyah) yang mencakup: (1) tidak ada dalil qat’i bagi masalah yang diijtihadi, (2) mengetahui tempat-tempat khilafiyah atau perbedaan pendapat, dan (3) memelihara kesalehan dan ketaqwaan diri. 


NAMA               : TANIA PRAMAYUANI                           ( 17304153001)
:NADILA ANIS KUSUMAWATI        (17304153017)           
PRODI                : KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar