BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intelegensi merupakan salah satu bahasan dalam ilmu
psikologi. Intelegensi erat kaitannya dengan konsep berpikir. Bahkan makna
intelegensi sering diartikan sebagai suatu proses berfikir. Intelegensi sering
juga dianalogikan sebagai suatu yang menentukan tingkat kesuksesan seseorang
dengan mengaikatnya pada istilah IQ. Padahal kesuksesan seorang bukan semata
ditentukan oleh IQ. Ada EQ dan SQ yang turut andil dalam pembentukan kesuksesan
seseorang.
Adanya midset tentang intelegensi menjadi
faktor penentu kesuksesan seseorang menjadikan intelengensi sebagai salah satu
probelem seseorang. Seseorang akan pesimis jika membicarakan masalah
intelegensi dan masalah berfikir. Padahal sebelum membicarakan tentanng
berfikir dan intelegensi diperlukan suatu pemahaman tentang apa itu berfikir
dan intelegensi. Tentu antara keduanya mempunyai makna yang berbeda. Lebih
lanjut tentang apa itu intelegensi dan berfikir akan dijelaskan dalam makalah
ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian berpikir dan
intelegensi?
2.
Faktor apa saja yang
mempengaruhi berpikir dan intelegensi ?
3.
Bagaimana proses terjadinya
berpikir dan intelegensi ?
4.
Apa saja macam-macam dan
bentuk-bentuk berpikir dan intelegensi ?
5.
Apa saja tingkatan berpikir
?
6.
Bagaimana hubungan antara
berpikir dengan intelegensi ?
7.
Apa persamaan dan perbedaan
berpikir dengan intelegensi ?
C. Tujuan
Makalah ini kami susun dengan tujuan sebagai berikut :
1.
untuk memenuhi tugas sebagai
nilai UTS ( Ulangan Tengah Semester )
2.
sebagai catatan kecil mengenai
pembelajaran kami tentang bab berpikir dan intelegensi. Agar mahasiswa/i lain
mampu memahami apa itu berpikir, apa itu intelegensi, dan apa persamaan serta
perbedaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Berpikir
1.
Pengertian Berfikir
Berpikir adalah
suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak[1].
Ahli-ahli psikologi asosiasi menganggap bahwa berpikir adalah kelangsungan
tanggapan-tanggapan ketika subjek berpikir pasif. Sedangkan Plato beranggapan
bahwa berpikir adalah
berbicara dalam hati. Sehubungan
dengan pendapat Plato ini, ada yang berpendapat bahwa berpikir adalah aktivitas
ideasional. Pernyataan ini mengungkapkan dua kenyataan, yakni[2]
:
a)Berpikir adalah aktivitas, jadi
subjek yang dipikir itu aktif.
b)Aktivitas bersifat ideasional,
berpikir menggunakan ide-ide
2. Proses terjadinya Berpikir[3]
a)
Pembentukan pengertian , artinya dari satu masalah
, pikiran kita membuang ciri ciri tambahan , sehingga tinggal ciri ciri yang
tipis (yang tidak boleh ada) pada masalah itu.
Pembentukanya
ada 3 macam pengertian ,yaitu :
1)
Pengertian pengalaman ,Artinya : pengertian ini
terbentuk dari pengalaman pengalaman yasng berturut turut.misalnya :
terbentuknya pengertian kursi.
2)
Pengertian kepercayaan,Artinya : pengertian itu
terbentuk nya malalui dari kepercayaan.Bukan
karena apa apa dan tidak pernah dialami. Misalnya pengertian tentang
tuhan , neraka dan surga.
3)
Pengertian Logis ,Artinya pengertian terbentuk dari satu tingkat ke
tingkat yang lain. Pengertian ini terjadi dengan jalan :
b)
Menganalisa .misalnya pengertian tentang manusia
,adalah analisa dari makhluk.yaitu makhluk yang berfikir.
c)
Menbanding-bandingkan .misalnya pengertian anak
yang kurus dengan anak yang gemuk.
d)
Memujaratkan.misalnya pemikiran sesuatu yang nyata
di tambah atau di kurangi,sehingga menjadi abstrak
Pembentukan
pendapat ;artinya pikiran kita menggabungkan atau menceraikan beberapa
pengertian.yang menjadi tanda khas dari masalah itu.
Pembentukan
keputusan ; artinya pikiran kita
menggabungkan pendapat pendapat tersebut.
Pembentukan
kesimpulan ; artinya pikiran kita menrik keputusan dari keputusan keputusan
yang lain.
3.
Macam-macam Berpikir[4]
Macam-macam berpikir dibagi
menjadi dua yaitu dari segi bentuk dan tingkatan-tingkatan, Bentuk-bentuk dalam
berpikir :
Berpikir dengan pengalaman ( routine thinking )
Dalam bentuk
berpikir ini kita banyak giat mnghimpun berbagai pengalaman, dari pengalaman,
dan berbagai pengalaman pemecahan masalah yang kita hadapi. Kadang-kadang satu
pengalaman dipercaya atau dilengkapi oleh pengalaman-pengalaman lainnya.
a). .Berpikir Representatif
Dengan berpikir representatif, kita sangat bergantung pada
igatan-ingatan dan tanggapan-tanggapan saja. Ingatan dan tanggapan ini kita
gunakan untuk mengatasi masalah yang kita hadapi.
b)Berpikir Kreatif
Dengan berpikir kreatif,
kita dapat menghasilkan sesuatu yang baru, menghasilkan penemuan-penemuan baru.
Kalua kegiatan berpikir kita untuk menghasilkan sesuatu dengan metode-metode
yang telah dikenal, maka dikatakan berpikir produktif bukan kreatif.
c).Berpikir
Reproduktif
Dengan berpikir ini, kita
idak menghasilkan sesuatu yang baru tetapi hanya sekedar memikirkan kembali dan
mencocokkan dengan sesuatu yang telah dipikirkan sebelumnya.
d).Berpikir
Rasional
Untuk menghadapi satu
situasi dan memeahkan masalah digunakan cara-cara berpikir logis. Untk berpikir
ini tidak hanya sekedar memikirkan kembali dan mencocokkan dengan sesuatu yang
telah ada, melainkan dengan keaktifan akal kita untuk memecahkan masalah.
Tingkatan-tingkatan Berpikir[5] :
Aktifitas
berpikir tidak pernah lepas dari suatu situasi atau masalah. Gejala berpikir
tidak berdiri sendiri, dalam aktivitasnya membutuhkan bantuan dari gejala jiwa
yang lain, misalnya : pengamatan, tanggapan, ingatan dan sebagainya.
Aktifitas
berpikir sendiri adalah abstrak. Namun demikian dalam praktek sering kita
jumpai bahwa tidak semua masalah dapat dipecahkan dengan secara abstrak. Dalam
menghadapi masalah-masalah yang sangat pelik, kadang-kadang kita membutuhkan
supaya persoalan yang kita hadapi menjadi lebih konkrit. Sehubungan dengan ini
memang ada beberapa tingkatan berpikir :
1.Berpikir
Konkrit
Dalam tingkatan ini kegiatan berpikir masih memerlukan
situasi-situasi yang nyata/kongkrit. Berpikir membutuhkan pengertian sedangkan
pengertian yang diperlukan pada tingkat ini adalah pengertian yang konkrit.
Tingkat berpikir ini pada umumnya dimiliki oleh anak-anak kecil. Seharusnya
pada masa ini pelajaran disajikan secara langsung.
2.Berpikir
Skematis
Sebelum meningkat kepada
bagian yang abstrak, memecahkan masalah dibantu dengan penyajian bahan-bahan,
skema-skema, coret-coretan, diagram, symbol dan sebagainya. Walaupun pada
tingkat ini kita tidak berhadapan dengan situasi nyata/konkrit, tetapi dengan
pertolongan bagan-bagan, coret-coret ini dapat memperlihatkan hubungan
persoalan yang satu dengan yang lain.
3.Berpikir
Abstrak
Kita berhadapan dengan
situasi dan masalah yang tidak berwujud. Akal pikiran kita bergerak bebas dalam
alam abstrak. Baik ketika situasi nyata maupun
bagan-bagan/symbol-simbol/gambar-gambar skematis tidak membantunya. Namun tidak
berarti bahwa gejala pikiran berdiri sendiri, melainkan tanggapan, ingatan,
membantunya. Disamping itu kecerdasan pikir sendirilah yang berperan memecahkan
masalah. Maka tingkatan ini dikatakan tingkat berpikir yang tertinggi. Orang
dewasa biasanya telah memiliki kemampuan berpikir ini.
Kemampuan
berpikir manusia selalu mengalami perkembangan, seperti yang diterangkan
diatas. Pada anak-anak masih tingkat konkrit. Makin maju perkembangan psikisnya
kemampuan berpikir berkembang, meningkat pada hal-hal yang agak abstrak, yakni
tingkat skematis. Semakin lama berkembanglah kemampuan berpikirnya hingga
mencapai tingkat abstraksi.
Adapula yang
menyatakan, secara garis besar, ada dua macam berpikir : berpikir autistic dan
berpikir realistic. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Adpun
berpikir realistic atau sering disebut reasoning ( nalar ), adalah berpikir
dalam rangka menyesuaikan dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch seperti dikutip Rahmat, menyebut tiga macam berpikir
realistic[6] :
a)
. Berpikir Deduktif
Deduktif disini
berarti mengantar, memimpin. Mengantar dari suatu hal ke hal lain. Sebagai
suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proses berpikir ( penalaran )
yang bertolak dari proposisi yang sudah ada, menuju proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan.
Reasonimg yang deduktif
berasal atau bersumber dari pandangan umum ( general conclusion ).
b)
Berpikir Induktif
Induktif artinya bersifat
induksi. Induksi adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau jumlah
fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan ( inferensi ). Proses
penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas
fenomena-fenomena yang ada. Induksi tidak akan banyak manfaatnya jika tidak
diikuti oleh proses berpikir deduktif.
Berpikir induktif ( indiuctive
thinking ) ialah menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai kejadian yang
ada disekitarnya. Dasarnya adalah observasi. Pemikiran semacam ini mendekatkan
manusia pada ilmu pengetahuan.
c)
Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif ialah
berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan.
Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita
menilainya menurut nilai tertentu. Perlu diingat bahwa jalannya berpikir pada
dasarnya ditentukan oleh berbagai macam faktor. Suatu masalah yang sama,
mungkin menimbulkan pemecahan yang berbeda-beda.
B. Intelegensi
1. Pengertian Intelegensi
Sebelum membahas
intelegensi, perlu diketahui dahulu apakah intelek itu. Intelek adalah pikiran,
dengan intelek orang dapat menimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan
pengertian satu dengan yang lain dan menarik kesimpulan. Sedangkan itelegensi, berasal dari kata latin “intelligence” yang berarti menghubungkan
atau menyatukan satu sama lain ( to
organize, to relate, to bind together).
Intelegensi adalah kecerdasan pikiran, dengan intelegensi fungsi pikir
dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi untuk
memecahkan suatu masalah. Dengan kata lain intelegensi adalah situasi
kecerdasan berpikir, sifat-sifat perbuatan cerdas. Menurut panitia istilah
pedagogic yang dimaksud dengan intelegensi ialah daya menyesuaikan diri dengan
keadaan baru menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya (Stren) ( Kamus
Pedagogik, 1953 )[7].
Thorndike sebagai seorang tokoh psikologi menyatakan bahwa “intelligence is demonstrable in ability of
the individual to make good responses from the stand point of truth or fact”.
( Skinner, 1959 ). Orang dianggap intelegensi bila responnya merupakan respon
yang baik terhadap stimulus yang diterimanya. Untuk memberikan respon yang
tepat, organisme harus memiliki lebih banyak hubungan stimulus dan respon, dan
hal tersebut dapat diperoleh dari hasil pengalaman yang diperolehnya dan hasil
respon-respon yang telah lalu. Sedangkan Lewis Hedison Terman memberikan
pendapatnya mengenai intelegensi sebagai “…..the ability to carry on abstract thinking”. ( Hariman, 1958 ).
Terman membedakan adannya “ability” yang berhubungan dengan hal-hal konkrit, dan “ability” yang
berhubungan dengan yang abstrak. Orang itu intelegen jika dapat berfikir secara
abstrak yang baik.
Freeman memandang
intelegensi sebagai[8]:
a.Capacity to intergrate experiences and to meet a new situation by
means of appropriate and adaptive responses
b.Capacity to learn
c.Capacity to perform tasks regarded by psychologists as intellectual
d.Capacity to carry on abtract thinking. (Freeman, 1959)
2.Faktor-faktor yang mempengaruhi Intelegensi
Beberapa faktor yang
menentukan intelegensi manusia :
a. Pembawaan
Intelegensi bekerja dalam suatu
situasi yang berlain-lainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi
persoalan ditentukan pula oleh pembawaan.
b.Kematangan
Kecerdasan tidak tetap
statis, tetapi dapat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya
intelegensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur dan
kemampuan-kemampuan lain yang telah dicapai ( kematangannya )
c.faktor
lingkungan
Perkembangan otak sangat
dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang
bersifat kognitif emosional
dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting. seperti
pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada
masa-masa peka).
d.Stabilitas
intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ,
Intelegensi merupakan suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ
hanyalah hasil dari suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur
sebagai kelompok dari intelegensi). Stabilitas intelegensi tergantung
perkembangan otak.
e.faktor
kematangan
Tiap organ dalam tubuh
manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun
psikis) dapat dikatakan telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya.
f.faktor
pembentukan
Pembentukan ialah segala
keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
g.Minat
dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan
kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri
manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk
berinteraksi dengan dunia luar. Proses Terjadinya Intelegensi
3.Tingkat-tingkat kecerdasan
Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru tidak sama untuk
tiap-tiap makhluk. Ada beberapa tingkat kecerdasan, tetapi dalam uraian ini
hanya akan diutarakan beberapa tingkat kecerdasan binatang, kecerdasan anak
yang belum dapat berbahasa dan kecerdasan manusia[9].
a)Kecerdasan binatang
Kecerdasan pada binatang sangat terbatas, yakni terikat pada suatu yang
konkrit.
b)Kecerdasan pada anak-anak
Yakni anak-anak kecil yang berumur lebih kurag 1 tahun dan belum dapat
berbahasa. Menurut Boutan, anak-anak
yang sudah dapat berbicara sudah bekerja seperti manusia kecil.
c)Kecerdasan manusia
1)
Sesudah anak dapat berbahasa, tingkat kecerdasan
manusia lebih tinggi daripada anak. Ciri-ciri kecerdasan manusia antara lain
:Penggunaan bahasa.
2)
Penggunaan perkakas
3)
Macam-macam intelegensi
4)
Intelegensi terikat dan bebas
Intelegensi terikat adalah intelegensi suatu makhluk yang bekerja dalam
situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang berhubungan langsung dengan
kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan, misalnya intelegensi binatang dan
anak-anak yang belum berbahasa. Intelegensi bebas terdapat pada manusia yang
berbudaya dan berbahasa. Dengan intelegensinya orang selalu ingin mengadakan
perubahan untuk mencapai suatu tujuan.
Intelegensi menciptakan akal (kreatif) dan meniru (eksekutif).
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan baru dan mencari
alat-alat yang sesuai guna mencapai suatu tujuan. Intelegensi kreatif menghasilkan
pendapat baru seperti kereta api, radio, listrik, kapal terbang, dsb.
Intelegensi meniru yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil
penemuan orang lain, baik yang dibuat, yang diucapkan maupun yang ditulis.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan
perwujudan dari daya atau potensi untuk memahami sesuatu. K. Buhler seoprang ahli mengatakan
“Intelegensi adalah perbuatan yang disertai dengan pemahaman atau pengertian”.
Intelegensi terikat dan bebas adalah Intelegensi orang selalu ingin mengadakan
perubahan – perubahan untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan Intelegensi
menciptakan adalah Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan
baru dan mencari alat- alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu
Terberntuknya intelegensi dilatar belakangi
adanya faktor-faktor yaitu: Faktor bawaan biasanya dari keluarga, lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi, faktor
kematangan Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan, faktor pembentukan Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
Berpikir
adalah fungsi kognitif yang memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan
dunia sebagai model dan memberikan perlakuan terhadapnya secara efektif sesuai
dengan tujuan, rencana, dan keinginan. Berpikir sangat bermanfaat untuk
memahami realita dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan, dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Memahami realitas berarti menarik kesimpulan,
meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal.
Berpikri bisa mneghasilkan pengertian, pendapat, dan kesimpulan.
DAFTAR
PUSTAKA
Drs. Agus Sujanto. 2012.
Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Akasara
Uswah Wardiana, M.Psi. 2004.
Psikologi Umum. Jakarta Pusat: PT Bina Ilmu
Drs. H. Abu Ahmadi. 2003.
Psikologi Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
[1] Uswah Wardiana, M.Psi. Psikologi umum. Hlm. 123
[2] Ibid hlm 125
[3] Drs. Agus Sujanto. Psikologi umum. Hlm. 57-58
[4] Drs. H. Abu Ahmadi. Psikologi Umum. Hlm. 179-180
[5] Ibid. Hlm.180-181
[6] Uswah Wardiana, M.Psi. Psikologi Umum. Hlm. 137-139
[7] Ibid. Hlm. 159
[8] Ibid. Hlm. 160
[9] Drs. H. Abu Ahmadi. Psikologi Umum. Hlm. 182-185
Tidak ada komentar:
Posting Komentar