Jumat, 12 Mei 2017

STP (Segmentasi, Targetting dan Positioning

BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Keberadaan penyiaran meruapakan hal yang sangat penting. Apalagi di era modern, teknologi sudah akrab dengan masyarakat, mustahil jika dalam hal ini penyiaran tidak memiliki andil. Penyiaran memberikan sumbangsih sebagai distributor tersampainya informasi. Dalam proses tersampainya informasi itu, informasi diolah terlebih dahulu sebelum masuk ke hal yang dinamakan penyiaran. Penyiaran hanya menampung informasi yang sudah jadi, kemudiaan tugas dari penyiaran adalah menyebarkannya.
Setelah informasi siap untuk didistribusikan, kemudian disini penyiaran akan berperan untuk memastikan informasi itu benar-benar sampai kepada khalayak. Disini, diperlukan suatu pengaturan yang efektif sehingga informasi yang disampaikan tepat sasaran dan respon dari khalayak positif. Dari harl ini, diperlukan adanya menejemen dalam segmentasi, targeting dan positioning. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini akan dibahas pada pembahasan makalah ini.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari segmentasi?
2.      Apa pengerting dari targeting?
3.      Apa pengertian dari positioing?
C.    Tujuan dan Manfaat
1.      Sebagai salah satu topik bahan diskusi
2.      Untuk mengetahui tentang segmentasi
3.      Untuk mengetahui tentan targeting
4.      Untuk mengetahui tentang positioning
5.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Manajemen Dakwah”





BAB II
PEMBAHASAN



A.    Segmentasi
Segmentasi menjadi hal yang penting dalam pemasaran media. Pemasaran yang baik dimulai dari penentuan target khalayak. Dalam bisnis media cetak, persaingan media yang semakin ketat juga menyebabkan segmentasi khalayak juga semakin mengerucut. Pada media penyiaran, pemahaman tentang segmentasi khalayak sangat penting. Jika media penyiaran tidak mampu membaca segmentasi khalayak yang hendak dibidik, maka media tersebut tidak mampu bersaing dengan media yang lain. [1] Dari sini maka dapat diketahui bahwa segmentasi khalayak merupakan pembagian khalayak kepada beberapa segmen. Contoh keberhasilan dari segmentasi khalayak adalah stasiun TV satelit Disney. Stasiun ini jelas membidik segmentasi jenis anak-anak.
Untuk memudahkan segmentasi khalayak, maka segmentasi dapat dilakukan dengan beberapa dasar, yaitu:[2]
1.      Segmentasi demografis
Segmentasi ini didasari pada data-data kependudukan, seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa, pendidikan, dan lain sebagainya. Data kependudukan sangat penting dalam menentukan segmentasi, dengan mengaitkan data kependudukan dengan perilaku khalayak. Contoh, stasiun TV akan memilih membangun pemanar baru di daerah yang padat penduduknya daripada di daerah yang tidak padat penduduknya. Penerbitan koran akan memilih meerbitkan koran di daerah yang pendapatannya tinggi dibandingkan dengan wilayah yag pendapatannya rendah.
Contoh segmentasi berdasarkan usia menurut BPS yaitu:
No
Kelompok Usia
1
0 – 14 Tahun
2
15 – 20 Tahun
3
20 – 29 Tahun
4
30 – 39 Tahun
5
40 + Tahun

Contoh Segmentasi usia menurut Nelsen
No
Target Khalayak
1
5 – 9 Tahun
2
10 – 19 Tahun
3
20 - 29 Tahun
4
30 – 39 Tahun
5
40 + Tahun

Contoh segmentasi berdasarkan pendapatan ekonomi
Kelas
Kode
Kelas atas-atas
A+
Kelas atas bagian bawah
A
Kelas menengah atas
B+
Kelas menengah bawah
B
Kelas bawah bagian atas
C+
Kelas bawah bagian bawah
C








2.      Segmentasi geografis
Segmentasi khalayak dalam aspek geografis bisa didasarkan pada wilyah kota (urban), pinggiran kota (sub urban) dan pedesaan (rural). Khalayak di masing-masing wilayah tentu mempunyai karakteristik yang berbeda. Manejemen media harus mampu memetakan hal ini agar media mampu diterima oleh masyarakat. Stasiun radio programming banyak berisi enyuluahan pertanian, tentu segmennya adalah masyarakat pedesaan. Majalah yang berisi gaya hidup, tentu tersegemn untuk daerah perkotaan.
3.      Segmentasi behavorial
Segmentasi ini dilakukan berdasarkan perilaku khalayak.segmentasi ini banyak dilakukan dalam kegiatan periklanan, yang sebenarnya juga bisa ditetapkan dalam media massa. Segmentasi ini ditetapkan berdasarkan beberapa variabel yang berkaitan dengan perilaku khaayak seperti, status dan tingkat sosial. Sebagai contoh untuk media cetak yang ditunjukkan untuk segmen khalayak penghobi otomotif, maka muncullah tabloid atau majalaha khusus otomotif.

B.     Targetting Khalayak Media
Setelah membahas tentang segmentasi khalayak, maka langkah selanjutnya manajemen media dalam relasinya dengan khalayak adalah dengan targetting. Tahap targetting dilakukan setelah institusi atau perusahaan media melakukan pengidentifikasian  beragam segmen sebagaimana yang tersebut sebelumnya. Setelah identifikasi dilakukan, perusahaan melakukan kajian atas segmen tersebut, dan kemudian dipilih yang menjadi sasaran. Segmen yang menjadi sasaran inilah yang disebut sebagai targetting.
Setiap institusi atau perusahaan media pasti memiliki pertimbangan tertentu sehingga memilih segmen tertentu sebagai target media. Pertimbangan utama yang digunakan perusahaan setidaknya berkaitan pada dua hal yaitu faktor eksternal berupa segmentasi khalayak yang dianggap memiliki potensi, serta faktor internal yang berupa kemampuan sumber daya perusahaan. Perusahaan harus jeli membaca segmen yang memiliki potensi. Ini berarti bisa jadi ketika awalnya segmen tertentu kecil, namun dalam perkembangannya menjadi segmen yang besar.
Untuk memahami khalayak, perusahaan media harus melakukan riset khalayak, bisa dilakukan melalui penelitian kuantitatif seperti survey, maupun penelitian kualitatif seperti etnografi. Selain faktor tersebut, perusahaan harus mempertimbangkan tentang kemampuan sumber daya perusahaan, bisa berupa kesiapan sumber daya manusia yang mengalokasikan untuk mengelola media massa.
Dalam proses penentuan target, media dapat melakukan beberapa pilihan model targetting, yaitu:
1.      Konsentrasi pada Segmen Tunggal
Seperti namanya, dalam proses targetting , perusahaan media memilih salah satu saja segmen khalayak. Jika perusahaan media memilih segmen yang tunggal maka perusahaan media harus memiliki pertimbangan yang kuat karena tingginya resiko kegagalan. 
2.      Spesialisasi secara Selektif
Merupakan proses targetting yang dilakukan oleh perusahaan dengan menyeleksi beberapa segmen. Jika salah satu segemen gagal, perusahaan masih dapat berharap pada segmen lainnya.
3.      Spesialisasi Produk
Spesialisasi target ini dilakukan dengan fokus pada produk tertentu yang sifatnya khusus. Perusahaan melakukan pertimbangan targetting atas dasar membangun repurtasi yang kuat diproduk yang spesifik. Resiko yang dimiliki model target ini adalah apabila kekurangan bahan atau keterlambatan melakukan perubahan teknologi.
4.      Spesialisasi Market
Proses dimana perusahaan berkonsentrasi melayani kebutuhan dalam kelompok segmen tertentu. Resiko yang dikhawatirkan adalah jika pasar tersebut mengurangi konsumsinya.
5.      Jangkauan Semua Pasar
Targetting ini dilakukan dengan berusaha menjangkau semua segmentasi yang ada. Resiko kegagalan pada satu segmen bisa cepat diganti dengan segmen yang lain.

C.    Positioning Perilaku
Positioning berkenaan tentang bagaimana strategi untuk memasuki otak konsumen. Dalam perspektif marketting, media bisa dipahami sebagai merk (brand), dengan demikian positioning merujuk pada citra yang terbentuk di benak khalayak dari merk media tertentu. Citra yang melekat pada merk dalam positioning disebut sebagai brand image (citra merek). Dari hal ini, khalayak tentunya sudah terkena dampak dari komunikasi massa, dimana komunikasi massa telah mendistribusikan pesan (merek) tadi melalui media massa. Khalayak banyak yang terstimulus lewat apa yang diketahui melalui media massa tersebut. Hal ini sesuai dengan teorinya De Fleur dan Ball Rokeach tentang teori peluru. Teori ini mengtakan bahwa rakyat benar-benar rentan terhadap pesan-pesan komunikasi massa. Dia menyatakan jika pesan tepat sasara, pesan akan mendapatkan efek yang diinginkan.[3]
Menciptakan perbedaan atas media lain dan sekaligus membangun manfaat media bagi khalayak menjadi dua konsep penting dalam positioning media. Untuk menciptakan perbedaan dengan media lain, perusahaan media dapat melakukan riset pada merek media yang sudah ada serta merek media yang dimungkinkan akan eksis.
Kredibilitas  media menjadi hal yang penting dalam positioning. Khalayak yang semakin aktif akan lebih selektif dalam proses pemilihan media dibandingkan khalayak yang pasif. Untuk itu perusahaan media harus membangun kredibilitasnya pada khalayak, agar tertanam pada pikiran khalayak mengenai citra positif dari merek media. Kredibilitas bisa dibangun dengan pengemasan media secara profesional, jaminan atas tersedianya akses media dan layanan media pada khalayak.
Pernyataan positioning juga menjadi hal penting sebagai bagian dalam merebut hati konsumen, dimana kata-kata tersebut mewakili citra yang hendak dibentuk dalam benak konsumen. Kata-kata tersebut harus kuat, dalam artian menunjukkan keunggulan dari produk media yang diwakilinya atas media kompetitor. Beberapa pernyataan positioning sekaligus sebagai tagline media tertentu, SCTV “satu untuk semua”.  RCTI “RCTI Oke”.
Dari ketiga proses manejemen pada media penyiaran secara umum mempunyai fungsi sebagai berikut:[4]
1.      Planning – menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu massa yang akan datangdan apa yang harus diperbuat untuk mencapai tujuan itu
2.      Organssizing – mengelompokkan dan menentukan berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan itu.
3.      Staffing – menentukan keperluan-keperluan sumber daya manusia, pengerahan, penyaringan, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
4.      Motivating – mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia ke arah tujuan-tujuan
5.      Controlling – menguku pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, menentukan sebab-sebab penyimpangandan mengambil tidakan-tindakan korektif




BAB III
PENUTUPAN



A.    Kesimpulan
Dalam sebuah manajeman penyiaran, ada tiga hal yang perlu dianalisis agar penyiaran dapat tepat sasaran dan berlangsung dengan efektif. Ketiga hal tersebut yaitu segmentasi, targetting dan positioning. Segmentasi merupakan pembagian khalayak berdasarkan segmen-segemen. Segmen di bagi menurut demografisnya, geografis dan behavorial. Pembagian segmen tersebut mempermudah dalam pengklasifikasian segmen khalayak. Setelah proses segmentasi, selanjutnya adalah targetting. Pada tahap ini tujuannya adalah mencari target untuk pemasaran medianya. Di sini, media mencari perbedaan dengan media lain dan menampilkan perbedaan itu untuk dibawa kepada target tertentu. Yang terakhir adalah positioning. Positioning adalah menempatkan media pada hati khalayak. Disini, media membentuk pemahaman dan ketertarikan khalayak kepada medianya. Media yang bersangkutan akan mencari cara tertentu dan mencoba menampilkan keunggulan dari medianya dan menanamkan persuasi positif khalayak terhadap medianya. Biasanya pada tahap positioning ini digunakan dengan penggunaan bahasa atau sejenis tagline.

B.     Saran
Makalah ini disusun untuk sekedar dijadikan sebagai bahan penambah wawasan. Mungkin hanya  ini yang dapat dibahas dari makalah ini. Apabila masih ada kurangnya silahkan membaca buku penunjang lainnya yang berkaitan dengan makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA


Junaedi, Fajar. 2014. Manejemen Media Massa. Yogyakarta:Mata Predi Presindo
J. Severin, Werner, W. Tankard, James. 2007. Teori Komunikasi. Jakarta:Fajar Interpratama Offset
Terry, George R, dan Rue Leslie W. 2012. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta:PT Bumi Aksara











[1] Fajar Junaedi, Manejemen Media Massa, (Yogyakarta:Mata Predi Presindo, 2014), hlm. 142.
[2] Ibid, hlm. 144.
[3] Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi, (Jakarta:Fajar Interpratama Offset, 2007), hlm. 147.
[4] George R. Terry dan Leslie W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta:PT Bumi Aksara, 2012), hlm. 9. 


Untuk materi lebih singkat bisa dilihat disini

Sabtu, 15 April 2017

DAKWAH PADA ORANG TUA

DAKWAH KEPADA ORANG TUA


dakwah dilakukan untuk semua kalangan. dan sasaran mad'u nantinya bermacam-macam. sebagai seorang da'i harus mampu memahami kondisi mad'u yang beraneka ragam. salah satu ma'u terdekat kita yang harus kita perhatikan adalah orang tua kita. sebelum menda'wai orang lain, terlebih dahulu harus menda'wai diri sendiri dan keluarga kita. bagaimana cara berdakwah kepada orang tua, dapat dilihat disini. semoga bermanfaat :)
salam komunikasi !!!

REPORTASE

BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Sebagian besar orang mengatakan bahwa reportase bukanlah sebuah berita karena bukan merupakan suatu peristiwa , kejadian atau kenyataan yang baru, melainkan laporan suatu keadaan atau laporan perkembangan suatu kejadian. Reportase lebih cenderung seperti kelanjutan berita, atau seperti apa yang disebut laporan tindak lanjut. Reportase biasanya disebut juga dengan current affairs news.[1] Jadi, dapat disimpulkan bahwa reportase adalah suatu laporan mengenai keterangan lanjutan atas suatu kejadian yang sudah banyak diketahui secara luas. Menurut Djawoto, dalam bukunya Djurnais dalam praktek (1959), keterangan lanjutan sangat dibutuhkan dan penting dikeahui oleh khalayak luas. Biasanya menjadi bagian dari berita yang sangat dinantikan. Misalnya perkembagan berita lanjutan tenggelamnya KMP Senopati, hilangnya pesawat terbang Adam Air atau terbakarnya Lavina I di leas pantai kepulauan seribu Jakarta, pasti menjadi berita yang banyak ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari reportase ?
2.      Keterampilan apa saja yang diperlukan dalam menulis reportase ?
3.      Apa pengertian dari Reportase Investigatif  ?

C.    Tujuan dan Manfaat
1.      Untuk mengetahui tentang reportase.
2.      Untuk mengetahui tentang ketrampilan yang diperlukan dalam menulis reportase.
3.      Untuk mengetahui tentang Reportase Investigatif.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    Reportase
Reportase (report) adalah suatu laporan mengenai keterangan lanjutan atas suatu kejadian yang sudah anyak diketahui secara luas. Menurut Djawoto dalam bukunya Djurnalistik dalam Praktek (1959), keterangan lanjutan (talking point) sangat diperlukan dan penting untuk diketahui oleh khalayak luas. Reportase juga bisa disebut sebagai berita. Dalam dunia jurnalistik elektronik (radio dan televisi) juga dikenal sebutan berita current affairs. Berita ini biasanya didapat dengan merekan keterangan-keterangan dari berbagai narasumber mengenai sutu kejadian.
Namun, berita baru layak disebut berita bila dilaporkan. Dalam pernyataan ini, sebagian orang mengatakan bahwa “berita itu adalah laporan” (news report). Dengan kata lain, berita adalah laporan suatu peristiwa yang baru saja terjadi dan masuk dalam syarat beriyta yaitu timeliness. Dari sudut pandang ini, reportase dilihat sebagai sesuatu yang bukan berita. Tidak selamanya report berarti berita.
Berdasarkan pemahan tersebut reportase diratikan sebagai laporan atas sesuatu yang lebih luas dari sekedar berita. Selain mengenai berita, reportase juga melaporkan latar belakang, kesimpulan, berbagai penjelasan, dan juga bahkan dapat pendapat mengenai suatu kejadian lama yang pernah diberitakan, ketertarikan fakta, perkiraan atau spekulasi, dan masa depan kejadian. Singkat kata, laporannya mengandung interpretasi dan dalam penafsiran.

B.     Beberapa ketrampilan yang diperlukan dalam menulis reportase
1.      Tidak lepas kontrol
Wartawan membutuhkan kontrol diri yang kuat serta memahami betul kode etik wartawan dan jurnalisme. Jika tidak demikian, dia dapat terjerumus ke dalam laporan yang bersifat subjektif, sepihak, melanggar aturan dan bisa melahirkan kontroversi baru. Ingatlah dalam istilah jurnalistik menganut istilahfact is sacred. Mochtar Lubis berkata, “Seorang wartawan yang baik dalam memberitakan tafsirannya sebanyak mungkin mengikat dirinya pada fakta dan tidak menyatakan perasaannya sendiri.”
2.      Kontinuitas berita
Apabila suatu peristiwa besar terjadi, laporan-laporan mengenai kejadian itu bisa berbulan-bulan menghiasi media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Laporan wartawan mengenai tindak lanjut suatu peristiwa dari berbagai aspek atau sudut pandang dapat menghiasi aneka berita laporan. Ejadian yang memiliki potensi untuk menghasilkan berita tindak lanjut atau berita yang memberi banyak keterangan lebih lanjut dapat disebut sebagai kontuinitas berita.. setiap berita memiliki masa depannya sendiri, masing-masing berita mengandung kontuinitas.
3.      Tidak selalu kejadian baru
Reportase yang penulisannya berdasarkan fakta-fakta umumnya tidak terlalu terikat dengan persyaratan penulisan berita. Terutama dari segi elemen kebaruannya, reportase bukalah suatu peristiwa yang baru terjadi. Aktualitas, objektifitas dan formula 5W+1H banyak diabaikan. Susunannya juga berbeda dengan struktur penulisan berita seperti dalam gaya piramida terbalik.
Reportase mengenai ketaragan lanjutan dari sebuah berita atau curent affairs newa dapat diperalam lagi denngan penemuan fakta-fakta baru dengan  menggalinya melalui berbagai cara penyelidikan atau yang disebut dengan investigasi. Sebutan untuk reportase seperti ini biasanya beragam, sebagian menyebutnya dengan dept reporting dan sebagian lagi menyebutnya dengan interpretative reporting, investigative reporting atau comprehensive reporting.[2] Perbedaan dari semua penyebutan ini adalah cara meandang persoalannya saja.

C.      Reportase Investigatif
1.    Definisi Jurnalisme Investigatif menurut Weinberg
Setiap wartawan adalah wartawan investigatif. Tetapi kenyataanya memang tidak demikian. Sebagaian wartawan hanya menjadi media penyalur berita-berita resmi. Mereka menghadiri jumpa pers menteri- menteri cabinet, menghadiri rapat-rapat dewan perwakilan rakyatpusat maupun daerah, mencatat atau merekam pertemuan-pertemuan, lalu menulis beritanya.
Wartawan seperti itu bukanlah wartawan investigasi karena: mereka hanya mengikuti agenda orang lain; mereka tidak menangkap apa yang terjadi dalam kegiatan pribadi diantara para anggota dewan tadi, para staf, dan kelompok-kelompok kepentingan lainya; dan dalam hal di pemerintahan daerah, mereka tidak memeriksa arsip-arsip tentang tanah, kontrak-kontrak perjanjian atau dokumen-dokumen yang berpotensi menyikapi hal-hal yang menyimpang. Mereka lebih banyak bertindak sebagai pencatat dari pada sebagai wartawan yang penuh rangsangan ingin tahu atau skeptis.
Jadi tepatkah jika kita menginginkan agar semua wartawan adalah wartawan investigative ? sudah tentu tidak. Jika semua wartawan adalah wartawan investigative, siapa yang kan memberitakan apakah haraga bahan bakar minyak tahun ini naik atau tidak, siapa yang akan menulis features pagelaran Inul Daratista di Bandung, di Semarang atau di Medan. Siapa yang kan menulis bagaiamana sampai jumlah kaum wanita di Indonesia lebih banyak dari pada kaum pria.
Jadi tidak semua wartawan harus menjadi wartawan investigative, tatapi seorang wartawan memang dapat untuk menjadi wartawan investigative.yang diperlukan adalah rangsangan keingin tahuan yang besar tentang bagaimana dunia ini bekerja, atau gagal dalam melaksanakan pekerjaanya. Rasangan keingin tahuan seperti itu di barengi dengan skeptisme, dengan disertai kemarahan yang tak henti-henti yanag dinyatakan dalam upaya membuat senang orang yang menderita dan membuat menderita orang yang senang. Sifat seperti itu mengarah pada pembongkaran atau penyimpangan, bukan karena faktor keberuntungan, melainkan karena “peluang lebih menyukai pikiran yang siap.” Tidak ada yang namanya wartawan malas yang beruntung. Jika sifat-sifat baik terdapat dalam diri seorang wartawan, yang lain-lainya dapat diajarkan.
Adakah definisi untuk “jurnalisme investigative” ini ? Steve Weinberg memberikan definisi bahwa yang disebut reportase investigative adalah: “Reportase, melalui insiatif sendiri dan hasil kerja pribadi, yang penting bagi pembaca, pemirsa dan pemerhati. Dalam banyak hal, subjek yang diberitakan mengingiankan bahwa perkara yang berada dalam penyelidikan tetap tidak tersingkap.
Definisi Weinberg ini hampir sama dengan definisinya Greene Roberts, mantan pemimpin redaksi Newaday di Amerika:
“Ia {reportase investigative} adalah repotase, [terutama] melalui hasil kerja dan inisiatif sendiri, yang artinya penting yang oleh beberapa pribadi atau organisasi ingin tetap dirahasiakan. Tiga unsur dasarnya adalah bahwa investidagi itu merupakan kerja wartawan, bukan laporan investigasi yang dilakukan oleh orang lain; bahwa masalah yang diberitakan melibatkan sesuatu yang sangat penting bagi pembaca atau pemirsa; dan bahwa pihak-pihak lain berusaha menutup-nutupi masalah ini dari publik.”
Dari definisi tersebut jelaslah bahwa para wartawan investigatif tidak mengikuti agenda orang lain. Mereka sendirilah yang memutuskan apa yang bernilai untuk diliput, bukan karena seorang pejabat atau orang lain meminta mereka meliput sesuatu. Mereka akan meliput suatu rapat dewan perwakilan rakyat daerah, misalnya, jika hal itu akan memberikan latar belakanng untuk suatu proyek liputan yang lebih besar. Jika liputan ke dewan itu menghasilkan pemberitaan rutin seperti berita-berita harian biasa, itu adalah kebetulan saja.
2.    Menggali ke Bawah Permukaan
Contoh menggali kebawah kepermukaan atau menyingkap penyimpangan yang ditutup-tutupi dapat anda simak dari cerita Edward Jay Friedlander tetang dua reporter harian Times, Tom dan Susan, yang telah bekerja disana selama dua tahun. Beat  atau wilayah liputan Tom adalah balai kota dan Susan meliput kantor polisi.  Lalu pada suatu hari Selasa, sebuah jumpa pers menjadi batu ujian yang tidak diduga-duga bagi ketrampilan Tom dan Susan sebagai reporter-reporter profesional.
Dalam jumpa pers itu, walikota yang didampingi kepala polisi setempat mengumumkan pembelian enam mobil patroli yang baru. Tom mencatat pula apa yang dikatakan walikota tantang jumlah kilometer yang telah ditempuh oleh mobil-mobil patroli lama, yakni masing-masing telah mencapai lebih dari 100.000 mil.
Tom sangat bangga ketika tulisanya muncul dihalam depan harian Times pada keesokan harinya, tetapi kebanggaan itu pupus dengan munculnya Susan yang menghampiri meja Tom di ruang redaksi Times. Ternyata Susan membawa berita yang sangat mengejutkan Tom.
Berita yang di sampaikan Susan itu begini: Ketika Tom sedang asyik menulis berita jumpa pers di balaikota itu, Susan asyik memeriksa mobil-mobil patroli lama di halaman belakang kantor polisi. Ternyata tidak sebuah pun di antara enam mobil patroli yang lama itu menunjukkan odometer lebih dari 65.000 mil. Bahkan tiga orang polisi yang ditelepon Susan mengatakan bahwa model mobil-mobil lama lebih nyaman dipakainya dan masih mampu lari dengan baik. Mereka juga merasa heran mengapa diperlukan mobil-mobil baru, terutama dengan mesin-mesinnya yang besar itu dan dengan tempat duduknya dari vinil biru yang jelek. Hal ini diceritakan oleh Susan kepada Tom.
Tom yang sudah terkejut ketika pertama kali mendengar cerita Susan tadi semakin terkejut lagi ketika mendengar bahwa keenam mobil baru itu dibeli dari Felix Larson, seorang dealer   mobil yang bukan lain adalah keponakan walikota. Dan menurut Susan, penawaran Larson bahkan bukan yang terendah dari kelima penawaran lainya. Demikian pula dalam kopi spesifikasi-spesifikasi penawarannya jelas ditulis bahwa spesifikasi-spesifikasi tersebut hanya untuk satu tipe mobil khusus saja dan yang memenuhuhi spesifikasi teknisnya adalah mobil-mobil Larson.  
Reporter yang ingin menjadi wartawan investivigasi sebaiknya mencontoh pendekatan yang dilakukan Susan tersebut dalam upayannya mengorek kebenaran tersebut. Objek reportase investivigatif bedanya dengan definisi reportase yang baik dimanapun, yaitu: ajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya, fokus kan energi dan kreatifitas pada upaya mencari kebenaran penuh dalam  masalah apapun dan jangan mau diberi jawaban tidak.
3.    Memilih Sasaran untuk Investigasi
Sebelum beroprasi, wartawan investigasi harus memilih dahulu apa sasaran invetigasinya. Beberapa sasaran selalu pantas untuk di selidiki, termasuk korupsi di pemerintahan, tempat-tempat kerja yang tidak aman, kualitas pendidikan, konstruksi bangunan ( jembatan, gedung umum, jalan, bandungan) yang tidak mewadahi, ongkos perwatan medis, untuk menyebut beberapa saja. Yang lainya berkaitan dengan kepintingan umum. Seperti inefisiensi di suatu BUMN (misal nya pertamina) yang tersembunyi yang ada subsidi dari pemerintah untuk bahan bakar minyak, lalu inefisiensi di perusahaan listri negara dan telkom yang mendorong kenaikkan listrik dan telepon setiap tahunnya.
Bagaimana wartawan invetigasin memulai kerjanya? Petunjuk mungkin datang dari narasumber lama, atau dari orang asing. Di waktu yang lain berita yang ditulis berdasarkan penugasan biasa atau berdasarkan beat  regular memerlukan penggalian lebih dalam. Sayangnya, kebanyakan reporter beat  tidak pernah mencoba membuat proyek investigasi karena mereka menjadi terbiasa menerima versi resmi dari narasumber-narasumber yang tidak ingin mereka jauhi.
Tetapi sebenarnya tidak perlu demikian. Repotase harian merupakan tumpukan-tumpukan gagasan untuk suatu proyek investigasi. Ini di buktikan oleh Bob Woodward, si pembongkar kasus Watergate. Ia memulai langkahnya di surat kabar mingguan di pinggiran kota Washington, D.C. Dengan menggunkan penugasan “rutin” untuk memulai membangun proyek invetigasinya, ia meratas jalan ke Washington Post.  Di sana ia menggabungkan gagasan-gagasan dari beat nya dengan kegemarannya untuk menggali berita. Leonard Downie dalam bukunya The New Muckrakers  memamparkan bagaimana Woodward “menugasan dirinya” untuk membongkar “skandal-skandal kecil sampai menengah” seperti supermarket yang menjual daging berlemak dan optik-optik yang menyalurkan obat-obatan kadaluarsa dan menerima resep-resep dokter yang tidak berlebel. Pemberitaan-pemberitaan ini meyiapkan Woodward untuk membongkar kasus besar Wategate, yang tampaknya tidak lebih dari pendobrakan masuk gedung secara kecil-kecilan pada awalnya.
Satu-satunya cara bagi para wartawan untuk merasakan apakah mereka memiliki temperamen dan bakat untuk investigasi adalah memang dengan mencobanya.
4.    Memulai Investigasi
Yang sering terjadi, investigasi dimulai dengan datang nya panggilan telepon dari seseorang yang memberikan petunjuk tentang adanya suatu kejanggalan di suatu instansi atau institusi atau di suau tempat.
Tetapi, jarang sekali ada petunuk semacam itu kepada redaksi di surat kabar tanah air yang lantas di tindak lanjuti, sehingga pers dinegeri ini merupakan salah satu yang meskin dalam suatu pemberitaan hasil liputan investigatif. Sudah tentu, untuk menculnya reportase investigatif  merupakan hal yang penting bagi pers. Sebabnya adalah, tanpa adanya kemauan untuk mencurahlan waktu dan tenaga yang diperlukan guna menindak lanjutin suatu tentang adanya penyimoangan atau “terciumnya” suatu yang terasa janggal, maka jangan berharap ada investigasi. Investigasi jurnalisyik membutuhkan pengorbanan waktu dan tenaga, karena untuk mencari keterangan diperlukan upaya menyai orang-orang, upaya mencari bukti-bukti rekaman, dan upaya menyingkap rahasi dari dokumen-dokumen. Dengan kata lain melakukan prinsip yang selalu dijunjung tinggi dalam kerja jurnalistik yaitu check and richeck. Kerja jurnalisme terbaik, yakni menggabungkan beragam informasi untk diolah menjadi sebuah laporan lengakap dalam bentuk laporan reportase investigatif.
5.    Narasumber yang Tidak Bersahabat
Reportase investigatif merupakan kerja jurnalistik yang paling beresiko. Pihak-pihak yang menjadi sasaran investigasi seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji terhadap media dan wartawan media yang bersangkutan. Misalnya dengan melakukan kampanye penulisan dalam surat-surat pembaca, menyerang nama baik dan kredibilitasi wartawan, bahkan sampai mengancam atau menganiaya wartawanya. Yang palinh umum dilakukan adalah mengadukan pihak media dan wartawannya ke pengadilan dengan tuduhan mencemarkan nama baik dan bahkan melakukan pemboikotan terhadap media tersebut. Diantara media yang sering menerima perlaukuan seprti itu adalah majalh tempo, karena majalag inilah yang sering melakukan praktik jurnalisme investigatif yang penuh dengan resiko. Wartawan yang melakukan jurrnalisme harus siap-siap menerima resiko seperti yang diatas. Inilah tantangan bagi para wartawan yang benar-benar ingin menegakkan integeritas profesinya.
Oleh karena itu, tujuan dari jurnalisme infestigatif itu adalah demi kebaikan publik, termasuk pihak yang menjadi sasaran infestigatif maka wartwan harus tetap melaksanakan kewajiban untuk bersikap adil, tidaklah dibenarkan menulis reportase menuduh seseorang melakukan penyimpangan tanpa memberi kesempatan pada yang bersangkutan untuk menjelaskan atau menolak atau menaggapi tuduhan tersebut. Artinya wartawan harus menghubungi orang yang dituduh sekalipun sikap tidak bersahabat. Inilah tindakan dalam kode etik jurnalistik disebut sebagai prinsip cover bothside meliout semua pihak yang terlibat.
Tidak mudah untuk mewawancarai narasumber yang tidak bersahabat bahkan bermusuhan. Ada beberapa teknik yang dapat mengurangi kesulitan anda dalam menemui narasumber yang tidak bersahabat:
·         Usahakan menemuninya ditempat netral, lebih ditempat umum seperti restoran atau kantin.
·         Yakinkan kepadanya bahwa anda ingin memperoleh keterangan dari versi dia.
·         Beritahu narasumber bahwa anggapan apa pun yang sebelumnya tentang dia sebagai liputan sebelumnya bisa jadi berubah dengan mendengar keterangan baru dari pihak dia.
·         Mulai lah wawancara dengan mengumpulkan informasi latar belakang yang akan membuat narasumber merasa nyaman.
·         Selalulah bersikap kreatif dalam mendapatkan tanggapan yang berarti atas “ tuduhan” yang di kemukakan kepadanya.
Cara yang disebut terakhir itu penting bagi wartawan karena dengan cara itu berarti anda sudah melakukan kewajiban yang diharuskan kode etik jurnalistik untuk memberikan kesempatan kepada narasumber yang dituduh dalam upaya membela diri. Selain itu perlu dicatat bahwa setiap orang yang diwawancarai memiliki keterangan dari sudut pandang yang berbeda.  
6.    Membuat hipotesis
Reportase Investigatif terbaik mempunyai persamaan dengan tradisi ilmiah yang terbaik dengan merumuskan lebih dahulu hepotesis-hipotesis, mengumpulkan bahan terkait untuk melihat apa yang pernah diterbitkan mengenai hal serupa, kemudian melakukan wawancara-wawancara dan menelusuri dokumen-dokumen ( tahap eksperimen). Hal-hal negatif dan positif dalam hipotesis-hipotesis ditimbang, konklusi-konklusi diambil tentang bukti-bukti yang membenarkan, lalu hasil investigasi pun diterbitkan berupa reportase.
Hepotesis merupak teknik berfikir yang paling penting dalam melakukan investigasi. Fungsi hipotesis yang penting adalah membantu melihat makna dari suatu objek atau peritiwa. Hipotesis-hipotesis harus digunakan sebagai alat untuk menyikap fakta-fakta baru dan bukan sebagai tujuan.
Menurut kamus Webster hipotesis adalah perkiraan, anggapan, postulat “ atau bisa juga” dalil yang dikemukakan sebagai landasan untuk penalaran atau bisa juga dugaan yang dirumuskan dari bukti data yang dikemukakan sebagai penjelasan sementara tentang suatu kejadian, seperti dalam ilmu pengetahuan, untuk membangun landasan guna penelitian lebih lanjut.
Ada dua hal mengapa hipotesis penting ?
Pertama, hipotesis masih merukana cara terbaik untuk mencari thu apa yang terjadi. Kedua, sebuah reportase investigatif dimulai dan diakhiri dengan suatu anggapan. Dengan perkataan lai, investigasi yang baik dimulai dari sebuah premise, sebuah hipotesis, sebuah anggapan, sebuah dugaan, atau petunjuk bahwa sesuatu itu salah dan harus di periksa. Kita hanya membodohi diri sendiri jika mengatakan bahwa kita tidak mempunyai prasangka atau dugaan, atau lebih parah lagi, bahwa berita kita netral. Tidak ada berita yang netral. Wartawan melakukan investigasi dalam kerja jurnalistik untuk menyelidiki sesuatu yang sudah diduga. Wartawan menulis laporan, lebih jauh untuk menjelaskan apa itu artinya. Cara ini sama baiknya dengan cara yang dilakukan ilmu pengetahuan dan ini merupakan jurnalisme yang baik dan tidak perlu malu-malu melakukannya.
7.    Teks Sekali Lagi
Alat bantu yang berguna untuk emncapai pemahaman yang jernih tentang suatu masalah adalah  dengan menulis reportase tentang semua informasi yang didapat. Ini sangat membantu ketika seseorang memulai melakukan investigasi, ketika ia menghadapai kesulitan, atau ketika investigasinya mendekati penyelesaian. Juga berguna sejak awal investigasi untuk memperjelas pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sedang dicari. Menyatakan masalahnya dengan persis kadang-kadang membawa orang ke perjalanan panjang menuju solusi. Demikian dinyatakan oleh W. I. B. Beveridge dalam The Art of  Scientific Investigation.
Kesalahan umum yang sering terjadi dilakukan adalah menulis dengan menunggu dulu sampai proyek investigasi selesai dilakukan.  Tetapi, orang lupa bahwa dalam penulisan itulah seringkali ditemukan apa yang terlewat dan apa yang sudah diselesaikan. Menulis adalah hal yang paling utama dalam jurnalisme dan menunggu sampai akhir baru menulis selalu dianggap merupakan kesalahan.
Lebih-lebih, tulisan buram yang dibuat dari awal merupakan alat yang baik untuk melihat apakah yang kita pikirkan itu penting dan apakah cara kita menuliskannya masuk ke dalam benak pembaca. Oleh karena itu sekali lagi, tulis, tulis, tulis! [3]





BAB III
PENUTUPAN



A.    Kesimpulan
Reportase (report) adalah suatu laporan mengenai keterangan lanjutan atas suatu kejadian yang sudah anyak diketahui secara luas. Berdasarkan pemahan tersebut reportase diratikan sebagai laporan atas sesuatu yang lebih luas dari sekedar berita. Selain mengenai berita, reportase juga melaporkan latar belakang, kesimpulan, berbagai penjelasan, dan juga bahkan dapat pendapat mengenai suatu kejadian lama yang pernah diberitakan, ketertarikan fakta, perkiraan atau spekulasi, dan masa depan kejadian. Singkat kata, laporannya mengandung interpretasi dan dalam penafsiran.
Ketrampilan yang diperlukan untuk menulis reportase yaitu tidak lepas kontrol, kontitunitas berita, tidak selalu kejadian baru. Cara menulis reportase investigasif yaitu menggali kebawah kepermukaan, memilih sasaran untuk investigasi, memulai investigasi, menemui narasumber yang tidak bersahabat, membuat hipotesis, tulis.


B.     Saran
Makalah ini disusun untuk sekedar dijadikan sebagai bahan penambah wawasan. Mungkin hanya  ini yang dapat dibahas dari makalah ini. Apabila masih ada kurangnya silahkan membaca buku penunjang lainnya yang berkaitan dengan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Sedia Willing Barus, 2010. Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita,Jakarta:PT Gelora Aksama
Muhammad Budyatna, 2006. Jurnalistik, Teori&Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya










[1] Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta:PT Gelora Aksama, 2010), hlm. 95.
[2]Ibid, hlm 104.
[3] Muhammad Budyatna, Jurnalistik, Teori&Praktik, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya 2006), hlm, 257.


Untuk materi lebih singkat bisa check disini