BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagian besar
orang mengatakan bahwa reportase bukanlah sebuah berita karena bukan merupakan
suatu peristiwa , kejadian atau kenyataan yang baru, melainkan laporan suatu
keadaan atau laporan perkembangan suatu kejadian. Reportase lebih cenderung
seperti kelanjutan berita, atau seperti apa yang disebut laporan tindak lanjut.
Reportase biasanya disebut juga dengan current
affairs news.[1]
Jadi, dapat disimpulkan bahwa reportase adalah suatu laporan mengenai
keterangan lanjutan atas suatu kejadian yang sudah banyak diketahui secara
luas. Menurut Djawoto, dalam bukunya Djurnais dalam praktek (1959), keterangan
lanjutan sangat dibutuhkan dan penting dikeahui oleh khalayak luas. Biasanya
menjadi bagian dari berita yang sangat dinantikan. Misalnya perkembagan berita
lanjutan tenggelamnya KMP Senopati, hilangnya pesawat terbang Adam Air atau
terbakarnya Lavina I di leas pantai kepulauan seribu Jakarta, pasti menjadi
berita yang banyak ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
dari reportase ?
2.
Keterampilan apa
saja yang diperlukan dalam menulis reportase ?
3.
Apa pengertian
dari Reportase Investigatif ?
C. Tujuan
dan Manfaat
1.
Untuk mengetahui
tentang reportase.
2.
Untuk mengetahui
tentang ketrampilan yang diperlukan dalam menulis reportase.
3. Untuk mengetahui tentang Reportase Investigatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Reportase
Reportase (report) adalah suatu laporan mengenai
keterangan lanjutan atas suatu kejadian yang sudah anyak diketahui secara luas.
Menurut Djawoto dalam bukunya Djurnalistik
dalam Praktek (1959), keterangan lanjutan (talking point) sangat diperlukan dan penting untuk diketahui oleh
khalayak luas. Reportase juga bisa disebut sebagai berita. Dalam dunia
jurnalistik elektronik (radio dan televisi) juga dikenal sebutan berita current affairs. Berita ini biasanya
didapat dengan merekan keterangan-keterangan dari berbagai narasumber mengenai
sutu kejadian.
Namun, berita baru
layak disebut berita bila dilaporkan. Dalam pernyataan ini, sebagian orang
mengatakan bahwa “berita itu adalah laporan” (news report). Dengan kata lain, berita adalah laporan suatu
peristiwa yang baru saja terjadi dan masuk dalam syarat beriyta yaitu timeliness. Dari sudut pandang ini,
reportase dilihat sebagai sesuatu yang bukan
berita. Tidak selamanya report berarti
berita.
Berdasarkan
pemahan tersebut reportase diratikan sebagai laporan atas sesuatu yang lebih
luas dari sekedar berita. Selain mengenai berita, reportase juga melaporkan
latar belakang, kesimpulan, berbagai penjelasan, dan juga bahkan dapat pendapat
mengenai suatu kejadian lama yang pernah diberitakan, ketertarikan fakta,
perkiraan atau spekulasi, dan masa depan kejadian. Singkat kata, laporannya
mengandung interpretasi dan dalam penafsiran.
B. Beberapa
ketrampilan yang diperlukan dalam menulis reportase
1.
Tidak lepas kontrol
Wartawan membutuhkan kontrol diri yang kuat serta
memahami betul kode etik wartawan dan jurnalisme. Jika tidak demikian, dia
dapat terjerumus ke dalam laporan yang bersifat subjektif, sepihak, melanggar
aturan dan bisa melahirkan kontroversi baru. Ingatlah dalam istilah jurnalistik
menganut istilahfact is sacred. Mochtar
Lubis berkata, “Seorang wartawan yang baik dalam memberitakan tafsirannya
sebanyak mungkin mengikat dirinya pada fakta dan tidak menyatakan perasaannya
sendiri.”
2. Kontinuitas
berita
Apabila suatu peristiwa besar terjadi, laporan-laporan
mengenai kejadian itu bisa berbulan-bulan menghiasi media massa, baik media
cetak maupun media elektronik. Laporan wartawan mengenai tindak lanjut suatu
peristiwa dari berbagai aspek atau sudut pandang dapat menghiasi aneka berita
laporan. Ejadian yang memiliki potensi untuk menghasilkan berita tindak lanjut
atau berita yang memberi banyak keterangan lebih lanjut dapat disebut sebagai
kontuinitas berita.. setiap berita memiliki masa depannya sendiri,
masing-masing berita mengandung kontuinitas.
3. Tidak
selalu kejadian baru
Reportase
yang penulisannya berdasarkan fakta-fakta umumnya tidak terlalu terikat dengan
persyaratan penulisan berita. Terutama dari segi elemen kebaruannya, reportase
bukalah suatu peristiwa yang baru terjadi. Aktualitas, objektifitas dan formula
5W+1H banyak diabaikan. Susunannya juga berbeda dengan struktur penulisan
berita seperti dalam gaya piramida terbalik.
Reportase mengenai
ketaragan lanjutan dari sebuah berita atau curent affairs newa dapat diperalam
lagi denngan penemuan fakta-fakta baru dengan
menggalinya melalui berbagai cara penyelidikan atau yang disebut dengan
investigasi. Sebutan untuk reportase seperti ini biasanya beragam, sebagian
menyebutnya dengan dept reporting dan
sebagian lagi menyebutnya dengan interpretative
reporting, investigative reporting
atau comprehensive reporting.[2]
Perbedaan dari semua penyebutan ini adalah cara meandang persoalannya saja.
C. Reportase
Investigatif
1.
Definisi Jurnalisme Investigatif menurut Weinberg
Setiap wartawan
adalah wartawan investigatif. Tetapi kenyataanya memang tidak demikian.
Sebagaian wartawan hanya menjadi media penyalur berita-berita resmi. Mereka
menghadiri jumpa pers menteri- menteri cabinet, menghadiri rapat-rapat dewan
perwakilan rakyatpusat maupun daerah, mencatat atau merekam
pertemuan-pertemuan, lalu menulis beritanya.
Wartawan seperti
itu bukanlah wartawan investigasi karena: mereka hanya mengikuti agenda orang
lain; mereka tidak menangkap apa yang terjadi dalam kegiatan pribadi diantara
para anggota dewan tadi, para staf, dan kelompok-kelompok kepentingan lainya;
dan dalam hal di pemerintahan daerah, mereka tidak memeriksa arsip-arsip
tentang tanah, kontrak-kontrak perjanjian atau dokumen-dokumen yang berpotensi
menyikapi hal-hal yang menyimpang. Mereka lebih banyak bertindak sebagai
pencatat dari pada sebagai wartawan yang penuh rangsangan ingin tahu atau
skeptis.
Jadi tepatkah jika
kita menginginkan agar semua wartawan adalah wartawan investigative ? sudah
tentu tidak. Jika semua wartawan adalah wartawan investigative, siapa yang kan
memberitakan apakah haraga bahan bakar minyak tahun ini naik atau tidak, siapa
yang akan menulis features pagelaran
Inul Daratista di Bandung, di Semarang atau di Medan. Siapa yang kan menulis
bagaiamana sampai jumlah kaum wanita di Indonesia lebih banyak dari pada kaum
pria.
Jadi tidak semua
wartawan harus menjadi wartawan investigative, tatapi seorang wartawan memang
dapat untuk menjadi wartawan investigative.yang diperlukan adalah rangsangan
keingin tahuan yang besar tentang bagaimana dunia ini bekerja, atau gagal dalam
melaksanakan pekerjaanya. Rasangan keingin tahuan seperti itu di barengi dengan
skeptisme, dengan disertai kemarahan yang tak henti-henti yanag dinyatakan
dalam upaya membuat senang orang yang menderita dan membuat menderita orang
yang senang. Sifat seperti itu mengarah pada pembongkaran atau penyimpangan,
bukan karena faktor keberuntungan, melainkan karena “peluang lebih menyukai pikiran
yang siap.” Tidak ada yang namanya wartawan malas yang beruntung. Jika
sifat-sifat baik terdapat dalam diri seorang wartawan, yang lain-lainya dapat
diajarkan.
Adakah definisi
untuk “jurnalisme investigative” ini ? Steve Weinberg memberikan definisi bahwa
yang disebut reportase investigative adalah: “Reportase, melalui insiatif
sendiri dan hasil kerja pribadi, yang penting bagi pembaca, pemirsa dan
pemerhati. Dalam banyak hal, subjek yang diberitakan mengingiankan bahwa
perkara yang berada dalam penyelidikan tetap tidak tersingkap.
Definisi Weinberg
ini hampir sama dengan definisinya Greene Roberts, mantan pemimpin redaksi Newaday di Amerika:
“Ia {reportase
investigative} adalah repotase, [terutama] melalui hasil kerja dan inisiatif
sendiri, yang artinya penting yang oleh beberapa pribadi atau organisasi ingin
tetap dirahasiakan. Tiga unsur dasarnya adalah bahwa investidagi itu merupakan
kerja wartawan, bukan laporan investigasi yang dilakukan oleh orang lain; bahwa
masalah yang diberitakan melibatkan sesuatu yang sangat penting bagi pembaca
atau pemirsa; dan bahwa pihak-pihak lain berusaha menutup-nutupi masalah ini
dari publik.”
Dari definisi
tersebut jelaslah bahwa para wartawan investigatif tidak mengikuti agenda orang
lain. Mereka sendirilah yang memutuskan apa yang bernilai untuk diliput, bukan
karena seorang pejabat atau orang lain meminta mereka meliput sesuatu. Mereka
akan meliput suatu rapat dewan perwakilan rakyat daerah, misalnya, jika hal itu
akan memberikan latar belakanng untuk suatu proyek liputan yang lebih besar.
Jika liputan ke dewan itu menghasilkan pemberitaan rutin seperti berita-berita
harian biasa, itu adalah kebetulan saja.
2.
Menggali ke Bawah Permukaan
Contoh
menggali kebawah kepermukaan atau menyingkap penyimpangan yang ditutup-tutupi
dapat anda simak dari cerita Edward Jay Friedlander tetang dua reporter harian Times,
Tom dan Susan, yang telah bekerja disana selama dua tahun. Beat atau wilayah liputan Tom adalah balai kota dan
Susan meliput kantor polisi. Lalu pada
suatu hari Selasa, sebuah jumpa pers menjadi batu ujian yang tidak diduga-duga
bagi ketrampilan Tom dan Susan sebagai reporter-reporter profesional.
Dalam
jumpa pers itu, walikota yang didampingi kepala polisi setempat mengumumkan
pembelian enam mobil patroli yang baru. Tom mencatat pula apa yang dikatakan
walikota tantang jumlah kilometer yang telah ditempuh oleh mobil-mobil patroli
lama, yakni masing-masing telah mencapai lebih dari 100.000 mil.
Tom
sangat bangga ketika tulisanya muncul dihalam depan harian Times pada
keesokan harinya, tetapi kebanggaan itu pupus dengan munculnya Susan yang
menghampiri meja Tom di ruang redaksi Times. Ternyata Susan membawa
berita yang sangat mengejutkan Tom.
Berita
yang di sampaikan Susan itu begini: Ketika Tom sedang asyik menulis berita
jumpa pers di balaikota itu, Susan asyik memeriksa mobil-mobil patroli lama di
halaman belakang kantor polisi. Ternyata tidak sebuah pun di antara enam mobil
patroli yang lama itu menunjukkan odometer lebih dari 65.000 mil. Bahkan tiga
orang polisi yang ditelepon Susan mengatakan bahwa model mobil-mobil lama lebih
nyaman dipakainya dan masih mampu lari dengan baik. Mereka juga merasa heran
mengapa diperlukan mobil-mobil baru, terutama dengan mesin-mesinnya yang besar
itu dan dengan tempat duduknya dari vinil biru yang jelek. Hal ini diceritakan
oleh Susan kepada Tom.
Tom
yang sudah terkejut ketika pertama kali mendengar cerita Susan tadi semakin
terkejut lagi ketika mendengar bahwa keenam mobil baru itu dibeli dari Felix
Larson, seorang dealer mobil
yang bukan lain adalah keponakan walikota. Dan menurut Susan, penawaran Larson
bahkan bukan yang terendah dari kelima penawaran lainya. Demikian pula dalam
kopi spesifikasi-spesifikasi penawarannya jelas ditulis bahwa
spesifikasi-spesifikasi tersebut hanya untuk satu tipe mobil khusus saja dan
yang memenuhuhi spesifikasi teknisnya adalah mobil-mobil Larson.
Reporter
yang ingin menjadi wartawan investivigasi sebaiknya mencontoh pendekatan yang
dilakukan Susan tersebut dalam upayannya mengorek kebenaran tersebut. Objek
reportase investivigatif bedanya dengan definisi reportase yang baik dimanapun,
yaitu: ajukan pertanyaan sebanyak-banyaknya, fokus kan energi dan kreatifitas
pada upaya mencari kebenaran penuh dalam
masalah apapun dan jangan mau diberi jawaban tidak.
3.
Memilih Sasaran untuk Investigasi
Sebelum
beroprasi, wartawan investigasi harus memilih dahulu apa sasaran invetigasinya.
Beberapa sasaran selalu pantas untuk di selidiki, termasuk korupsi di
pemerintahan, tempat-tempat kerja yang tidak aman, kualitas pendidikan,
konstruksi bangunan ( jembatan, gedung umum, jalan, bandungan) yang tidak
mewadahi, ongkos perwatan medis, untuk menyebut beberapa saja. Yang lainya
berkaitan dengan kepintingan umum. Seperti inefisiensi di suatu BUMN (misal nya
pertamina) yang tersembunyi yang ada subsidi dari pemerintah untuk bahan bakar
minyak, lalu inefisiensi di perusahaan listri negara dan telkom yang mendorong
kenaikkan listrik dan telepon setiap tahunnya.
Bagaimana
wartawan invetigasin memulai kerjanya? Petunjuk mungkin datang dari narasumber
lama, atau dari orang asing. Di waktu yang lain berita yang ditulis berdasarkan
penugasan biasa atau berdasarkan beat
regular memerlukan penggalian lebih dalam. Sayangnya, kebanyakan
reporter beat tidak pernah
mencoba membuat proyek investigasi karena mereka menjadi terbiasa menerima
versi resmi dari narasumber-narasumber yang tidak ingin mereka jauhi.
Tetapi
sebenarnya tidak perlu demikian. Repotase harian merupakan tumpukan-tumpukan
gagasan untuk suatu proyek investigasi. Ini di buktikan oleh Bob Woodward, si
pembongkar kasus Watergate. Ia memulai langkahnya di surat kabar mingguan di
pinggiran kota Washington, D.C. Dengan menggunkan penugasan “rutin” untuk
memulai membangun proyek invetigasinya, ia meratas jalan ke Washington Post. Di sana ia menggabungkan gagasan-gagasan dari
beat nya dengan kegemarannya untuk menggali berita. Leonard Downie dalam
bukunya The New Muckrakers memamparkan bagaimana Woodward “menugasan
dirinya” untuk membongkar “skandal-skandal kecil sampai menengah” seperti
supermarket yang menjual daging berlemak dan optik-optik yang menyalurkan
obat-obatan kadaluarsa dan menerima resep-resep dokter yang tidak berlebel.
Pemberitaan-pemberitaan ini meyiapkan Woodward untuk membongkar kasus besar
Wategate, yang tampaknya tidak lebih dari pendobrakan masuk gedung secara
kecil-kecilan pada awalnya.
Satu-satunya
cara bagi para wartawan untuk merasakan apakah mereka memiliki temperamen dan
bakat untuk investigasi adalah memang dengan mencobanya.
4.
Memulai Investigasi
Yang sering
terjadi, investigasi dimulai dengan datang nya panggilan telepon dari seseorang
yang memberikan petunjuk tentang adanya suatu kejanggalan di suatu instansi
atau institusi atau di suau tempat.
Tetapi, jarang
sekali ada petunuk semacam itu kepada redaksi di surat kabar tanah air yang
lantas di tindak lanjuti, sehingga pers dinegeri ini merupakan salah satu yang
meskin dalam suatu pemberitaan hasil liputan investigatif. Sudah tentu, untuk
menculnya reportase investigatif
merupakan hal yang penting bagi pers. Sebabnya adalah, tanpa adanya
kemauan untuk mencurahlan waktu dan tenaga yang diperlukan guna menindak
lanjutin suatu tentang adanya penyimoangan atau “terciumnya” suatu yang terasa
janggal, maka jangan berharap ada investigasi. Investigasi jurnalisyik
membutuhkan pengorbanan waktu dan tenaga, karena untuk mencari keterangan
diperlukan upaya menyai orang-orang, upaya mencari bukti-bukti rekaman, dan
upaya menyingkap rahasi dari dokumen-dokumen. Dengan kata lain melakukan
prinsip yang selalu dijunjung tinggi dalam kerja jurnalistik yaitu check and
richeck. Kerja jurnalisme terbaik, yakni menggabungkan beragam informasi
untk diolah menjadi sebuah laporan lengakap dalam bentuk laporan reportase investigatif.
5.
Narasumber yang Tidak Bersahabat
Reportase
investigatif merupakan kerja jurnalistik yang paling beresiko. Pihak-pihak yang
menjadi sasaran investigasi seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji
terhadap media dan wartawan media yang bersangkutan. Misalnya dengan melakukan
kampanye penulisan dalam surat-surat pembaca, menyerang nama baik dan
kredibilitasi wartawan, bahkan sampai mengancam atau menganiaya wartawanya. Yang
palinh umum dilakukan adalah mengadukan pihak media dan wartawannya ke
pengadilan dengan tuduhan mencemarkan nama baik dan bahkan melakukan
pemboikotan terhadap media tersebut. Diantara media yang sering menerima perlaukuan
seprti itu adalah majalh tempo, karena majalag inilah yang sering melakukan praktik
jurnalisme investigatif yang penuh dengan resiko. Wartawan yang melakukan
jurrnalisme harus siap-siap menerima resiko seperti yang diatas. Inilah
tantangan bagi para wartawan yang benar-benar ingin menegakkan integeritas
profesinya.
Oleh karena itu,
tujuan dari jurnalisme infestigatif itu adalah demi kebaikan publik, termasuk
pihak yang menjadi sasaran infestigatif maka wartwan harus tetap melaksanakan
kewajiban untuk bersikap adil, tidaklah dibenarkan menulis reportase menuduh
seseorang melakukan penyimpangan tanpa memberi kesempatan pada yang
bersangkutan untuk menjelaskan atau menolak atau menaggapi tuduhan tersebut.
Artinya wartawan harus menghubungi orang yang dituduh sekalipun sikap tidak
bersahabat. Inilah tindakan dalam kode etik jurnalistik disebut sebagai prinsip
cover bothside meliout semua pihak yang terlibat.
Tidak mudah untuk
mewawancarai narasumber yang tidak bersahabat bahkan bermusuhan. Ada beberapa
teknik yang dapat mengurangi kesulitan anda dalam menemui narasumber yang tidak
bersahabat:
·
Usahakan menemuninya ditempat netral,
lebih ditempat umum seperti restoran atau kantin.
·
Yakinkan kepadanya bahwa anda ingin memperoleh
keterangan dari versi dia.
·
Beritahu narasumber bahwa anggapan apa pun
yang sebelumnya tentang dia sebagai liputan sebelumnya bisa jadi berubah dengan
mendengar keterangan baru dari pihak dia.
·
Mulai lah wawancara dengan mengumpulkan informasi
latar belakang yang akan membuat narasumber merasa nyaman.
·
Selalulah bersikap kreatif dalam
mendapatkan tanggapan yang berarti atas “ tuduhan” yang di kemukakan kepadanya.
Cara yang disebut
terakhir itu penting bagi wartawan karena dengan cara itu berarti anda sudah
melakukan kewajiban yang diharuskan kode etik jurnalistik untuk memberikan
kesempatan kepada narasumber yang dituduh dalam upaya membela diri. Selain itu
perlu dicatat bahwa setiap orang yang diwawancarai memiliki keterangan dari
sudut pandang yang berbeda.
6.
Membuat hipotesis
Reportase
Investigatif terbaik mempunyai persamaan dengan tradisi ilmiah yang terbaik
dengan merumuskan lebih dahulu hepotesis-hipotesis, mengumpulkan bahan terkait
untuk melihat apa yang pernah diterbitkan mengenai hal serupa, kemudian
melakukan wawancara-wawancara dan menelusuri dokumen-dokumen ( tahap
eksperimen). Hal-hal negatif dan positif dalam hipotesis-hipotesis ditimbang,
konklusi-konklusi diambil tentang bukti-bukti yang membenarkan, lalu hasil
investigasi pun diterbitkan berupa reportase.
Hepotesis merupak
teknik berfikir yang paling penting dalam melakukan investigasi. Fungsi
hipotesis yang penting adalah membantu melihat makna dari suatu objek atau
peritiwa. Hipotesis-hipotesis harus digunakan sebagai alat untuk menyikap
fakta-fakta baru dan bukan sebagai tujuan.
Menurut kamus Webster
hipotesis adalah perkiraan, anggapan, postulat “ atau bisa juga” dalil yang
dikemukakan sebagai landasan untuk penalaran atau bisa juga dugaan yang
dirumuskan dari bukti data yang dikemukakan sebagai penjelasan sementara
tentang suatu kejadian, seperti dalam ilmu pengetahuan, untuk membangun
landasan guna penelitian lebih lanjut.
Ada dua hal mengapa hipotesis penting
?
Pertama, hipotesis
masih merukana cara terbaik untuk mencari thu apa yang terjadi. Kedua, sebuah
reportase investigatif dimulai dan diakhiri dengan suatu anggapan. Dengan
perkataan lai, investigasi yang baik dimulai dari sebuah premise, sebuah
hipotesis, sebuah anggapan, sebuah dugaan, atau petunjuk bahwa sesuatu itu
salah dan harus di periksa. Kita hanya membodohi diri sendiri jika mengatakan
bahwa kita tidak mempunyai prasangka atau dugaan, atau lebih parah lagi, bahwa
berita kita netral. Tidak ada berita yang netral. Wartawan melakukan
investigasi dalam kerja jurnalistik untuk menyelidiki sesuatu yang sudah diduga.
Wartawan menulis laporan, lebih jauh untuk menjelaskan apa itu artinya. Cara
ini sama baiknya dengan cara yang dilakukan ilmu pengetahuan dan ini merupakan
jurnalisme yang baik dan tidak perlu malu-malu melakukannya.
7.
Teks Sekali Lagi
Alat
bantu yang berguna untuk emncapai pemahaman yang jernih tentang suatu masalah
adalah dengan menulis reportase
tentang semua informasi yang didapat. Ini sangat membantu ketika seseorang
memulai melakukan investigasi, ketika ia menghadapai kesulitan, atau ketika
investigasinya mendekati penyelesaian. Juga berguna sejak awal investigasi
untuk memperjelas pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sedang dicari.
Menyatakan masalahnya dengan persis kadang-kadang membawa orang ke perjalanan
panjang menuju solusi. Demikian dinyatakan oleh W. I. B. Beveridge dalam The
Art of Scientific Investigation.
Kesalahan
umum yang sering terjadi dilakukan adalah menulis dengan menunggu dulu
sampai proyek investigasi selesai dilakukan. Tetapi, orang lupa bahwa dalam penulisan
itulah seringkali ditemukan apa yang terlewat dan apa yang sudah diselesaikan.
Menulis adalah hal yang paling utama dalam jurnalisme dan menunggu sampai akhir
baru menulis selalu dianggap merupakan kesalahan.
Lebih-lebih,
tulisan buram yang dibuat dari awal merupakan alat yang baik untuk melihat
apakah yang kita pikirkan itu penting dan apakah cara kita menuliskannya masuk
ke dalam benak pembaca. Oleh karena itu sekali lagi, tulis, tulis, tulis! [3]
BAB III
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Reportase (report) adalah suatu laporan mengenai
keterangan lanjutan atas suatu kejadian yang sudah anyak diketahui secara luas.
Berdasarkan pemahan tersebut reportase diratikan sebagai laporan atas sesuatu
yang lebih luas dari sekedar berita. Selain mengenai berita, reportase juga
melaporkan latar belakang, kesimpulan, berbagai penjelasan, dan juga bahkan
dapat pendapat mengenai suatu kejadian lama yang pernah diberitakan,
ketertarikan fakta, perkiraan atau spekulasi, dan masa depan kejadian. Singkat
kata, laporannya mengandung interpretasi dan dalam penafsiran.
Ketrampilan yang
diperlukan untuk menulis reportase yaitu tidak lepas kontrol, kontitunitas
berita, tidak selalu kejadian baru. Cara menulis reportase investigasif yaitu
menggali kebawah kepermukaan, memilih sasaran untuk investigasi, memulai
investigasi, menemui narasumber yang tidak bersahabat, membuat hipotesis,
tulis.
B. Saran
Makalah ini disusun untuk sekedar dijadikan sebagai
bahan penambah wawasan. Mungkin hanya
ini yang dapat dibahas dari makalah ini. Apabila masih ada kurangnya
silahkan membaca buku penunjang lainnya yang berkaitan dengan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sedia
Willing Barus, 2010. Jurnalistik Petunjuk
Teknis Menulis Berita,Jakarta:PT Gelora Aksama
Muhammad Budyatna, 2006. Jurnalistik, Teori&Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar