BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat realita perkembangan dakwah
semakin lama tantangan yang dihadapi oleh da’i semakin sulit. Apalagi ditambah
dengan perkembangan teknologi dan informasi, jauh makin sulit lagi. Memang pada
kenyataannya dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi akan
memudahkan da’i dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Tapi di sisi lain dengan
semakin berkembangnya hal itu, maka makin berkembang juga tantangan da’i dalam
hal berdakwah. Karena dalam kasus seperti ini, informasi atau pesan yang
diterima mad’u nantinya akan semakin mudah dan cukup banyak. Mad’u akan merasa
bingung dengan apa yang diterimanya atau mungkin salah penafsiran.
Berangkat dari kasus tersebut, maka da’i
harus bijak menyikapi hal ini. Dan untuk mengatasi hal tersebut tentunya
diperlukan sebuah cara-cara khusus yang tentunya masuk akal dan dapat
dipertanggungjawabkan untuk menjawab tantangan dakwah era kontemporer ini.
Diperlukan sebuah metode khusus bagaimana da’i berfikir dalam mengambil sebuah
keputusan bijaksana atau dengan kata lain bagaimana metode da’i dalam berfikir
filsafat dakwah. Karena sejatinya, berfikir filsafat dakwah itu sama halnya
dengan berdakwah dengan cara mengambil kebijaksanaan atau cara berdakwah dengan
penuh hikmah. Oleh karena itu, pada makalah kali ini, akan dibahas lebih lanjut
mengenai bagaimana metode filsafat dakwah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian metode berfikir filsafat dakwah?
2. Bagaimana
metode berfikir filsafat dakwah?
C.
Manfaat
dan Tujuan
1.
Sebagai salah satu topik bahan diskusi
2.
Untuk mengetahui pengertian metode
berfikir filsafat dakwah
3.
Untuk mengetahui bagaimana metode berfikir
filsafat dakwah
4.
Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah “Filsafat Dakwah”
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Berpikir Filsafat
Dakwah
Berpikir
dalam filsafat tentunya adalah berpikir yang realistik atau berpikir nalar (reasoning), bukan berpikir yang
austistik. Dalam berpikir nalar akan ada aturan-aturan dan pola berpikir
tertentu sehingga hasil berpikirnya mengandung unsur kebenaran dan ketepatan.
Cara berpikir aturan tertentu inilah yang disebut dengan metode berpikir.[1]
Berpikir sendiri merupakan aktifitas akal manusia dan tidak dapat dipisahkan
dengan filsafat. Karena pengertian filsafat sendiri juga berpikir. Filsafat
merupakan berpikir kepada sesuatu yang lebih dalam dan sifatnya sesuai nalar.
Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir nalar, yaitu :[2]
1.
Berpikir deduktif, yaitu berpikir dari
hal-hal yang umum ke hal-hal yang khusus
2.
Berpikir induktif, yaitu berpikir yang
dimulai dari hal-hal yang khusus kemudian mengambil kesimpulan umum
3.
Berpikir evaluatif adalah berpikir kritis,
menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan
Menurut
Jalaluddin Rakhmad, setiap proses berpikir yang dilakukan oleh manusia akan
melibatkan semua proses sensasi, persepsi, dan memori. Artinya ketika manusia
berpikir akan melibatkan alat indra untuk menangkap informasi dari
lingkungannya.[3]
Kemudian apa yang telah ditangkap oleh indra akan dipresepsikan oleh manusia.
Dan setelah dipersepsikan akan masuk ke dalam memori. Di dalam memori inilah
terjadi proses berpikir.
Secara
umum metode berpikir filsafat adalah mengajukan kritik atas makna suatu fakta,
pengalaman dan rumusan yang telah ada melalui proses analisis. Kemudian menarik
secara umum dari fakta tersebut melalui proses sintesis dan akhirnya menilai
baik buruknya atau tepat tidaknya suatu gagasan.[4]
Sedangkan metode berpikir filsafat dakwah tentunya yang lebih ditekankan adalah
berfikir filsafat yang dominanannya mengarah kepada islam. Metode berpikir
dalam filsafat dakwah perlu mengikuti epistimologi keilmuan islam. Menurut
Mulyadhi Kartanegara, ada dua pernyataan yang penting yang membedakan antara
epistimologi islam dengan epistimologi barat, yaitu: Pertama, apa yang dapat kita ketahui dan kedua, bagaimana mengetahuinya.[5]Jadi,
dapat disimpulkan bahwa metode berpikir filsafat dakwah adalah suatu cara-cara
berfikir secara kritis dan realitis yang digunakan untuk mengkaji islam menurut
epistimologi islam.
B. Metode Berpikir Filsafat Dakwah
Berfikir
filsafat dakwah pada awalnya berasal dari adanya suatu masalah. Masalah-masalah
tersebut merupakan masalah-masalah yang sering dihadapi oleh da’i dalam proses
dakwahnya. Untuk menyelesaikan masalah tersebut secara bijak, da’i dapat
menggunakan metode. Menurut Nur Syam, dalam bukunya filsafat dakwah, pemahaman filosofis tentang ilmu dakwah menuliskan
bahwa suatu masalah yang terjadi dapat dipecahkan dengan asumsi-asumsi dasar
dan dapat pula langsung dihipotesiskan. Dari asumsi-asumsi dasar inilah terjadi
proses berfikir deduktif dan akhirya akan melahirkan filsafat. Sedangkan dari
hipotesis akan terjadi proses berfikir induktif dan melahirkan sebuah ilmu.
Menurut
Mulyadhi Kartanegara ada tiga metode untuk mengetahui objek-objek ilmu, yaitu:[6]
1.
Melalui indra yang sangat kompeten untuk
mengenal objek-objek fisik dengan cara mengamatinya
2.
Melalui akal yang mampu mengenal bukan
saja melalui benda-benda indrawi dengan cara mengabstraksikan makna universal
dari data-data indrawi, melainkan juga objek-objek non fisik dengan cara
menyimpulkan apa yang telah diketahui menuju yang tidak diketahui
3.
Hati yang menangkap objek-objek nonfisik
atau metafisika melalui kontak langsung dengan objek-objeknya yang hadir dalam
jiwa seseorang
Menurut Abdul Basit ada ada beberapa
prinsip dasar yang dapat dijadikan pedoman dalam berpikir menurut islam agar
menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan nilai islam,
yaitu:[7]
1. Membebaskan
pikiran dari belenggu taqlid
2. Melakukan
meditasi dan pencarian bukti atau data ilmiah empirik
3. Melakukan
analisis
4. Membuat
keputusan ilmiah yang diasarkan atas argumen dan bukti
Adapun metode berpikir filsafat dakwah
secara umum tidak jauh berbeda dengan metode berpikir yang ada dalam filsafat
pada umumnya, yaitu:[8]
1.
Berpikir deduktif
Berpikir
deduktif yaitu berpikir dari hal-hal yang umum dan menghasilkan kesimpulan yang
bersifat khusus. Berpikir deduktif umumnya digunakan dalam ilmu logika dan
matematika. Jika metode ini digunakan untuk mengkaji filsafat dakwah, langkahnya
bisa dilakukan dengan cara mengajukan kritik atas makna suatu kata, pengalaman
atau rumusan yang telah ada. Selanjutnya dianalisis hingga menghasilkan
keputusan terperinci
2.
Berpikir induktif
Berpikir
induktif yaitu berpikir dengan cara menarik suatu kesimpulan umum dari berbagai
kejadian yang ada di sekitarnya. Langkangnya dengan cara melakukan observasi
terhadap realitas yang ada
3.
Berpikir analogis
Berpikir
analogis adalah mengambil kesimpulan dengan cara menggantikan apa yang telah
diusahakan untuk dibuktikan dengan hal yang serupa, namun lebih dikenal
4.
Berpikir komparatif
Berpikir
komparatif adalah mengambil kesimpulan dengan cara menghadapkan apa yang akan
dibuktikan dengan sesuatu yang mempunyai kesamaan dengannya
Setelah
mengetahui tentang metode berpikir filsafat dakwah, tentunya ada yang
membedakan antara metode dakwah, metode filsafat dakwah dan metode ilmu dakwah.
Beberapa perbedaan dari ketiga hal tersebut, yaitu:
1.
Metode Dakwah
Metode
dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u
untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.[9]
Bentuk-bentuk metode dakwah antara lain:
a.
Al-Hikmah
Menurut
Imam bin Ahmad Mahmud An-Nasafi arti dari hikmah adalah dakwah dengan
menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan
kebenaran dan menghilangkan keraguan
b.
Al-Mau’idzah Al-Hasanah
Al-Mau’idzah
Al-Hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan,
pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan pesan-pesan
positif yang bisa dijadikan peedoman dalam kehidupan agar mendapat keselamatan
dunia dan akhirat
c.
Al- Mujadalah
Al-Mujadalah
merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara sinergis,
yang tidak menimbulkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan
memberikan argumentasi dak bukti yang kuat
2.
Metode Ilmu Dakwah
Dalam
pembahasan mengenai metode ilmu dakwah, maka hal ini tidak lepas dari
epistimologi ilmu dakwah. Epistimologi ilmu dakwah merupakan usaha seseorang
untuk menelaah masalah-masalah obyektifitas, metodologi sumber serta validitas
pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah sebagai subyek bahasan
(titik tolak berfikir)[10].
Menurut
epistimologi dakwah ada beberapa metode yang digunakan dalam ilmu dakwah,
yaitu:[11]
a.
Metode istinbaty
Penalaran
dalam menjelaskan obyek kajian dakwah dengan cara menurunkan dari isyarat-isyarat
Al Qur’an dan As Sunnah. Produk dari aplikasi metode ini menjadi teori utama
dakwah yang menjadi acuan dalam membaca data-data penelitian dalam pengembangan
ilmu dakwah.
b.
Metode iqtibasy
Penalaran
dengan menjelaskan obyek kajian dakwah dengan meminjam pemikiran produk para
pakar dakwah yang bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah, meminjam teori yang
digunakan oleh disiplin antropologi secara kritis, ketika terjadi paradoks dan
kontrakdiksi dengan teori yang diturunkan oleh teori pertama, maka teori
pertama berfungsi untuk mengoreksi teori kedua.
c.
Metode istiqra’yi
Penalaran
yang menjelaskan obyek kajian dakwah dengan metode ilmiah (science methode)
Dengan
mengetahui perbedaan antara metode filsafat dakwah, metode ilmu dakwah dan
metode dakwah, maka dapat disimpulkan bahwa antara ketiganya mempunyai satu
kesamaan, yaitu tentang hal yang dikaji sama-sama dakwanhya. Tapi dari segi
metodenya, jika metode filsafat dakwah itu merupakan metode dalam berfikirnya,
sedang metode ilmu dakwah merupakan metode yang digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan seputar dakwah dan metode dakwah merupakan metode yang digunakan
dalam berdakwah (prakteknya). Untuk mencapai sebuah proses dakwah yang baik dan
tepat sasaran, maka antara ketiga metode ini harus dapat bekerja sama dengan
baik.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Metode filsafat dakwah merupakan salah satu hal yang
perlu diperhatikan bagi setiap da’i. Dalam berdakwah yang menuju pada
kebijaksanaan, maka filsafat mempunyai peranan dalam hal ini. Oleh karena itu,
metode berfikir filsafat dakwah yang digunakan merupakan cara-cara berfikir
yang dilakukan oleh da’i sebelum mereka mempraktikan ilmunya dan sekaligus
kesempatan untuk mengkaji islam secara bijak dan hal ini sesuai dengan
epistimologi islam. Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir nalar, yaitu
:Berpikir deduktif, berpikir induktif, berpikir evaluatif adalah berpikir
kritis.
Metode
berpikir dalam filsafat dakwah perlu mengikuti epistimologi keilmuan islam.
filsafat dakwah pada awalnya berasal dari adanya suatu masalah. Masalah-masalah
tersebut merupakan masalah-masalah yang sering dihadapi oleh da’i dalam proses
dakwahnya. Untuk menyelesaikan masalah tersebut secara bijak, da’i dapat
menggunakan metode. Adapun metode berpikir filsafat dakwah secara umum tidak
jauh berbeda dengan metode berpikir yang ada dalam filsafat pada umumnya,
yaitu: Berpikir deduktif, berpikir induktif, berpikir analogis dan berpikir
komparatif.
Secara
umum metode berpikir filsafat adalah mengajukan kritik atas makna suatu fakta,
pengalaman dan rumusan yang telah ada melalui proses analisis. Kemudian menarik
secara umum dari fakta tersebut melalui proses sintesis dan akhirnya menilai
baik buruknya atau tepat tidaknya suatu gagasan. Sedangkan metode berpikir
filsafat dakwah tentunya yang lebih ditekankan adalah berfikir filsafat yang
dominanannya mengarah kepada islam. Jadi, metode filsafat dakwah merupakan
suatu metode yang digunakan untuk berpikir memecahkan masalah yang berkaitan
dengan dakwah dan dari hasil pemikiran itu nantinya akan muncul ilmu dakwah.
Sedangkan proses dalam penerapannya berdakwah itu yang dinamakan metode dakwah.
B. Saran
Demikian yang dapat saya tulis dalam
proses penyusunan makalah ini. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat
sebagai bahan referensi dan sebagai wawasan kita untuk mengetahui bagaimana
metode berpikir filsafat dakwah itu. Kritik dan saran sangat saya perlukan
untuk proses penyempurnaan makalah ini, dan untuk tugas makalah berikutnya.
Utamanya kritik dan saran dari Dosen Pengampu mata kuliah dan dari teman-teman
mahasiswa yang membacanya. Apabila ada kesalahan dalam penulisan saya mohon
maaf.
DAFTAR
PUSTAKA
Aripudin, Acep.
2007. Dakwah Damai. Bandung:Remaja
Rosdakarya Offset
Aziz, Ali. 2015. Ilmu
Dakwah. Jakarta:Fajar Interpratama Mandiri
Basit, Abdul.
2013. Filsafat Dakwah. Jakarta:Raja
Grafindo Persada
Munir. 2006. Metode
Dakwah. Jakarta:Prenanda Media Group
Rakhmat,
Jalaluddin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung:Remaja Rosdakarya
Suisyanto. 2006.
Filsafat Dakwah. Yogyakarta:Teras
[1] Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),
hlm. 33.
[2] Jalaluddin Rakhmad, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 68.
[3] Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),
hlm. 32.
[4] Ibid, hlm. 33.
[5] Abdul Basit, Filsafat Dakwah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013),
hlm. 34.
[6] Ibid, hlm.35.
[7] Ibid, hlm. 33.
[8] Ibid, hlm. 35.
[9] Munit, Metode Dakwah,
(Jakarta: Prenanda Media Group, 2006), hlm. 7.
[10] Suisyanto, Pengantar Filsafat
Dakwah, (Yogyakarta: Teras, 2006), hlm. 69.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar