Minggu, 30 Oktober 2016

resume



Resume Jurnal Komunikasi
Kecemasan Komunikasi dalam Relasi Antar Etnik
Oleh Agung Prabawo dan Siti Fatonah


Etnik sebenarnya merupakan sekelompok manusia yang mempunyai kebudayaan sama dan berkembang serta bersinggungan dengan ranah kebudayaan dan berujung pada politik. Menurut Barth (1998) kelompok etnik adalah suatu populasi yang secara biologik mampu bertahan dan berkembangbiak dan mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan kebersamaan dalam bentuk budaya, membentuk jaringan komunikasi dan interaksi diri, menentukan sendiri ciri kelompoknya yang dapat diterima kelompok lain yang dapat dibedakan dengan kelolmpok lain juga. Sebagai pembeda dengan yang lain, etnik mempunyai tanah luhur sendiri yang membedakan etnik dengan ras.
Dalam penelitian kali ini, yang akan dibahas adalah keberadaan etnik mahasiswa Papua di Yogyakarta. Mereka tampak membentuk suatu komunitas sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa ada permasalahan dalam komunikasi. Salah satu sebab tidak terjadinya komunikasi yang intensif pada individu adalah gejala kecemasan komunikasi (Communication Apprehensiaon).  Kecemasan ini merupakan bentuk reaksi negatif dari individu berupa kecemasan yang dialami seseorang ketika berkomunikasi, baik komunikasi antar pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi massa.
Untuk memprediksi suatu bentuk komunikasi termasuk komunikasi antar pribadi maupun bukan dilakukan pemahaman terhadap identifikasi 3 data tingkat informasi, yaitu :
1.      Data tingkat kebudayaan (Cultural level data)
Kebudayaan merupakan sekumpulan keteraturan, norma, intitusi sosial, kebiasaan dan ide-ide yang dimiliki oleh sekumpulan orang. Para ahli berbendapat bahwa orang yang sama kebudayaannya akan cenderung untuk bertindak sama juga. Jadi kebudayaan dapat memberikan informasi bagaimana suatu kelompok tertentu akan berkomunikasi dengan orang lain. Ketika berhadapan dengan individu yang spesifik, seorang harus berhati-hati untuk menetapkan bagaimana komunikasi orang tersebut. Masing-masing individu yang tergabung dalam suatu kelompok mempunyai kepribadian sendiri-sendiri.
2.      Data tingkat sosiologis (Sociological level data)
Analisi ini berdasarkan atas pertimbangan yang dibuat oleh orang lain. Ada pertimbangan untuk mengelompokkan seseorang ke dalam kelompok tertentu berdasarkan keanggotaannya pada bentuk kelompok sosial yang dipilihnya. Data tingkat sosiologi merupakan generalisasi dari tingkah laku yang ditemui pada keanggotaan setiap kelompok, yang tidak dapat begitu saja diterapkan pada setiap kelompok.
3.      Data tingkat psikologis (Phychological-level data)
Data tingkat psikologis menuntut adanya saling megenal antar individu yang terlibat dalam transaksi komunikasi. Memperoleh informasi data tingkat psikologis sangat dibutuhkan untuk mengembangkan komunikasi antar pribadi yang terjalin. Mc Croskey & Richmond (1987) mengindentififikasikan empat jenis kacamata komunikasi yaitu, traitlike (pembawaan), context based, receiver based dan situasional
Metode Penelitian
Tujuan dalam menggunakan metode penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1.      Seberapa besar masyarakat Papua di Jogja Mengalami kecemasan berkomunikasi
2.      Mengetahui latar belakang masyarakat Papua kurang mampu berbaur dengan etnik yang berbeda
Sedangkan metode penelitian yang digunakan yaitu metode survey. Peneliti mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner dan wawancara sebagai alat utama pengumpulan data utama. Ada dua metode survey yang digunakan yaitu explanatory survey dan descriptive survey.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil penelitian, tidak menunjukkan bahwa etnik Papua mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Mereka memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dalam sebuah diskusi. Terjadi sedikit rasa kurang nyaman saat mereka bicara di depan umum dan semua mata tertuju pada mereka.
Faktor Penghambat dan Unwillingness dalam Berinteraksi
Adanya kecemasan bukan faktor hambatan dalam berinteraksi dan menjamin keleluasaan untuk membangun relasi dengan etnik lain. Ketika dilakukan suatu pendalaman, ternyata hal ini dikarenakan adanya keengganan untuk berkomunikasi dengan etnik lain. Keengganan ini dipicu oleh faktor internal budaya mereka sendiri, perbedaan dan stereotipe. Faktor yang kedua adalah adanya perbedaan budaya antara Papua dan Jawa. Faktor yang terakhir adalah stereotipe. Stereotip adalah pembelian label secara kolektif. Stereotipe ada yang positif dan negatif dan dapat kita jumpai dalam masyarakat yang majemuk.
Dalam psikologi jika ingin melakukan komunikasi dengan etnik tersebut, maka pelu mengenal bagaimana karakteristiknya. Jika data yang dimiliki tentang orang yang diajak komunikasi hanya sedikit, maka komunikasi tidak dapat berlangsung secara terbuka dan penuh kehangatan. Dalam kasus Papua ini diperlukan relasi lebih intim daripada sekedar kenal atau berteman. Melalui jalinan relasi yang intim kesenjangan budaya maupun stereotipe yang keliru bisa diluruskan.
Etnosentrisme
Sebagaimana dikembangkan oleh Summer (1906), dalam konteks antar kelompok adalah pandangan bahwa kelompok sendiri adalah pusat dari segala sesuatu. Etnosentrisme digambarkan sebagai disposisi psikologis sesorang yang positif dan negatif. Sebagai seorang perantau, Papua mungkin bisa dipahamu apabila sikap etnosentris ada pada mereka. 
Sensitivitas Komunikasi Antar Budaya
Pentingnya individu untuk mengembangkan kompetensi antar budaya disebabkan oleh fakta bahwa hampir semua orang menghadapi situasi antar budaya. Menurut Chen dan Starosta (2000) kompetensi komunikasi antar budaya memiliki dua persyaratan yaitu kesadaran komunikasi antar budaya dan kepekaan komunikasi antar budaya. Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan sensivitas komunikasi antar budaya yang tinggi mampu melakukan komunikasi dengan baik (Peng, 2006). Studi ini menunjukkan bahwa individu harus berinteraksi dalam budaya bersangkutan.
Intinya bahwa mahasiswa Papua tidak mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Hal yang terjadi itu dikarenakan faktor keengganan yang dipicu oleh kuatnya stereotipe yang menganggap orang Papua adalah orang kasar. Kecemasan komunikasi tidak memiliki andil dalam hambatan relasi antara etnis Papua dengan etnis lain terutama Jawa. Mereka memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang rendah. Bahkan tingkat kepercayaan komunikasi dengan etnik lain cukup tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar