Resume
Jurnal Komunikasi
Kecemasan Komunikasi dalam Relasi
Antar Etnik
Oleh Agung
Prabawo dan Siti Fatonah
Etnik
sebenarnya merupakan sekelompok manusia yang mempunyai kebudayaan sama dan
berkembang serta bersinggungan dengan ranah kebudayaan dan berujung pada
politik. Menurut Barth (1998) kelompok etnik adalah suatu populasi yang secara
biologik mampu bertahan dan berkembangbiak dan mempunyai nilai-nilai budaya
yang sama dan sadar akan kebersamaan dalam bentuk budaya, membentuk jaringan
komunikasi dan interaksi diri, menentukan sendiri ciri kelompoknya yang dapat
diterima kelompok lain yang dapat dibedakan dengan kelolmpok lain juga. Sebagai
pembeda dengan yang lain, etnik mempunyai tanah luhur sendiri yang membedakan
etnik dengan ras.
Dalam
penelitian kali ini, yang akan dibahas adalah keberadaan etnik mahasiswa Papua
di Yogyakarta. Mereka tampak membentuk suatu komunitas sendiri. Hal ini
mengindikasikan bahwa ada permasalahan dalam komunikasi. Salah satu sebab tidak
terjadinya komunikasi yang intensif pada individu adalah gejala kecemasan
komunikasi (Communication Apprehensiaon). Kecemasan ini merupakan bentuk reaksi negatif
dari individu berupa kecemasan yang dialami seseorang ketika berkomunikasi,
baik komunikasi antar pribadi, komunikasi di depan umum maupun komunikasi
massa.
Untuk
memprediksi suatu bentuk komunikasi termasuk komunikasi antar pribadi maupun
bukan dilakukan pemahaman terhadap identifikasi 3 data tingkat informasi, yaitu
:
1.
Data tingkat kebudayaan (Cultural
level data)
Kebudayaan
merupakan sekumpulan keteraturan, norma, intitusi sosial, kebiasaan dan ide-ide
yang dimiliki oleh sekumpulan orang. Para ahli berbendapat bahwa orang yang
sama kebudayaannya akan cenderung untuk bertindak sama juga. Jadi kebudayaan
dapat memberikan informasi bagaimana suatu kelompok tertentu akan berkomunikasi
dengan orang lain. Ketika berhadapan dengan individu yang spesifik, seorang
harus berhati-hati untuk menetapkan bagaimana komunikasi orang tersebut.
Masing-masing individu yang tergabung dalam suatu kelompok mempunyai
kepribadian sendiri-sendiri.
2.
Data tingkat sosiologis
(Sociological level data)
Analisi
ini berdasarkan atas pertimbangan yang dibuat oleh orang lain. Ada pertimbangan
untuk mengelompokkan seseorang ke dalam kelompok tertentu berdasarkan
keanggotaannya pada bentuk kelompok sosial yang dipilihnya. Data tingkat
sosiologi merupakan generalisasi dari tingkah laku yang ditemui pada keanggotaan
setiap kelompok, yang tidak dapat begitu saja diterapkan pada setiap kelompok.
3.
Data tingkat psikologis
(Phychological-level data)
Data
tingkat psikologis menuntut adanya saling megenal antar individu yang terlibat
dalam transaksi komunikasi. Memperoleh informasi data tingkat psikologis sangat
dibutuhkan untuk mengembangkan komunikasi antar pribadi yang terjalin. Mc
Croskey & Richmond (1987) mengindentififikasikan empat jenis kacamata
komunikasi yaitu, traitlike (pembawaan), context based, receiver based dan
situasional
Metode Penelitian
Tujuan dalam menggunakan metode penelitian
ini yaitu sebagai berikut :
1.
Seberapa besar masyarakat Papua di
Jogja Mengalami kecemasan berkomunikasi
2.
Mengetahui latar belakang
masyarakat Papua kurang mampu berbaur dengan etnik yang berbeda
Sedangkan
metode penelitian yang digunakan yaitu metode survey. Peneliti mengambil
sampel dari populasi dengan menggunakan kuesioner dan wawancara sebagai alat
utama pengumpulan data utama. Ada dua metode survey yang digunakan yaitu
explanatory survey dan descriptive survey.
Hasil dan Pembahasan
Dari
hasil penelitian, tidak menunjukkan bahwa etnik Papua mengalami kecemasan dalam
berkomunikasi. Mereka memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dalam sebuah
diskusi. Terjadi sedikit rasa kurang nyaman saat mereka bicara di depan umum
dan semua mata tertuju pada mereka.
Faktor Penghambat dan Unwillingness
dalam Berinteraksi
Adanya kecemasan bukan faktor hambatan dalam berinteraksi
dan menjamin keleluasaan untuk membangun relasi dengan etnik lain. Ketika
dilakukan suatu pendalaman, ternyata hal ini dikarenakan adanya keengganan
untuk berkomunikasi dengan etnik lain. Keengganan ini dipicu oleh faktor
internal budaya mereka sendiri, perbedaan dan stereotipe. Faktor yang kedua
adalah adanya perbedaan budaya antara Papua dan Jawa. Faktor yang terakhir
adalah stereotipe. Stereotip adalah pembelian label secara kolektif. Stereotipe
ada yang positif dan negatif dan dapat kita jumpai dalam masyarakat yang
majemuk.
Dalam psikologi jika ingin melakukan komunikasi dengan
etnik tersebut, maka pelu mengenal bagaimana karakteristiknya. Jika data yang
dimiliki tentang orang yang diajak komunikasi hanya sedikit, maka komunikasi
tidak dapat berlangsung secara terbuka dan penuh kehangatan. Dalam kasus Papua
ini diperlukan relasi lebih intim daripada sekedar kenal atau berteman. Melalui
jalinan relasi yang intim kesenjangan budaya maupun stereotipe yang keliru bisa
diluruskan.
Etnosentrisme
Sebagaimana
dikembangkan oleh Summer (1906), dalam konteks antar kelompok adalah pandangan
bahwa kelompok sendiri adalah pusat dari segala sesuatu. Etnosentrisme
digambarkan sebagai disposisi psikologis sesorang yang positif dan negatif.
Sebagai seorang perantau, Papua mungkin bisa dipahamu apabila sikap etnosentris
ada pada mereka.
Sensitivitas Komunikasi Antar Budaya
Pentingnya
individu untuk mengembangkan kompetensi antar budaya disebabkan oleh fakta
bahwa hampir semua orang menghadapi situasi antar budaya. Menurut Chen dan
Starosta (2000) kompetensi komunikasi antar budaya memiliki dua persyaratan
yaitu kesadaran komunikasi antar budaya dan kepekaan komunikasi antar budaya.
Penelitian menunjukkan bahwa individu dengan sensivitas komunikasi antar budaya
yang tinggi mampu melakukan komunikasi dengan baik (Peng, 2006). Studi ini
menunjukkan bahwa individu harus berinteraksi dalam budaya bersangkutan.
Intinya
bahwa mahasiswa Papua tidak mengalami kecemasan dalam berkomunikasi. Hal yang
terjadi itu dikarenakan faktor keengganan yang dipicu oleh kuatnya stereotipe
yang menganggap orang Papua adalah orang kasar. Kecemasan komunikasi tidak
memiliki andil dalam hambatan relasi antara etnis Papua dengan etnis lain
terutama Jawa. Mereka memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang rendah. Bahkan
tingkat kepercayaan komunikasi dengan etnik lain cukup tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar