Minggu, 30 Oktober 2016

ilmu dakwah



BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara untuk menyusun strategi dakwah yang baik. Antara ilmu dakwah dan dakwah mempunyai perbedaaan pemahaman. Kemunculan antara keduanya juga berbeda. Kali pertamanya yang muncul adalah dakwah. Dakwah telah ada sejak zaman Nabi. Kemudian dengan munculnya teori keilmuan, utamanya adanya perkembangan sains, dakwah pun berkembanng dan muncullah ilmu dakwah.
Untuk mengasilkan output yang sempurna dalam merancang ilmu dakwah, tentunya diperlukan sebuah cara-cara. Cara-cara tersebut dinamanakan dengan metode. Menurut Kamus Besar Bahasa Idonesia (KBBI) metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Karena ilmu dakwah erat kaitannya dengan sains, apakah nantinya metode ilmu dakwah itu sama dengan metode sains atau berbeda. Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan antara keduanya.Oleh karenanya, untuk mengetahui bagaimana metode ilmu dakwah dan bagaimana signifikannya akan dibahas lebih lajut dalam pembahasan makalah ini.
B.    Rumusan Masalalah
1.      Apa metode dalam ilmu dakwah?
2.      Bagaimana signifikasi ilmu dakwah?
C.    Manfaat dan Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana metode ilmu dakwa
2.      Untuk mengetahui bagaimana signifikasi ilmu dakwah
3.      Sebagai salah satu topik bahan diskusi
4.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Ilmu Dakwah”


BAB II
PEMBAHASAN



A.  Metode Ilmu Dakwah
Ilmu dakwah berbeda dengan dakwah. Metode yang digunakan dalam ilmu dakwah sama dengan metode scientific. Hal ini dikarenakan dakwah sebagai sebuah ilmu yang sifatnya teoritis. Berbeda dengan dakwah sendiri yang sifatnya adalah aplikatif. Dakwah sebagai ilmu timbul karena adanya fenomena alam yang bersifat free will (akibat pikiran bebas) dan secara spesifik ilmu ini sebagai aplicatif science. Karena dakwah sebagai ilmu tentu dakwah memiliki filsafat keilmuan.[1]Tentu hal ini erat kaitannya dengan epistimologi dakwah, oleh karenanya dalam ilmu dakwah digunakan metode ilmiah. Metode ilmiah adalah gabungan antara pemikiran rasional dengan pemetaan fakta empiris sebagai verifikasinya.
Ada dua macam metode ilmiah. Pertama, metode siklus empiris yaitu cara penanganan suatu obyek ilmiah tertentu yang dilakukan dalam ruang tertutup. Misal, di laboratorium. Kedua, metode linear yaitu cara penanganan suatu obyek ilmiah tertentu yang dilakukan di ruang terbuka, khususnya mencangkup peri kehidupan atau tingkah laku manusia. Karena obyek dakwah adalah manusia, maka metode yang digunakan adalah metode linear.[2]
Jalaludin Rakhmad mengajukan beberapa alternatif paradigma yang diikuti oleh ilmu dakwah. Pertama, dakwah menggunakan berbagai cara untuk mencapai kebenaran. Kedua, ilmu dakwah lahir dalam sejarah ilmu keislaman, tetapi tidak memiliki riwayat yang sejelas ilmu tafsir, hadist dan fiqih. Ketiga, ilmu dakwah dapat ditetapkan dalam paradigma logika dan empirisme. Keempat, sebagian orang akan keberatan menamai pengetahuan logis sebagai sains. Kelima, ilmu dakwah diletakkan pada paradigma logis normatif. Keenam, ilmu dapat dikaji secara empiris, maka ilmu dakwah harus diletakkan dalam sains perilaku atau sains sosial.[3]
Bentuk suatu metode ditentukan oleh obyek kajiannya. Obyek kajian ilmu dakwah adalah manusia. Manusia disini adalah manusia dalam betuk seutuhnya, jiwa dan raga, tidak dalam raganya saja seperti di ilmu kedokteran dan biologi. Kaum rasionalisme berfikir bahwa kebenaran suatu hasil penelitian tentang manusia belum tentu benar untuk penelitian mendatang dan juga dapat berbeda di tempat lain. Sedangkan bagi kaum positivisme berpendapat bahwa ada keteraturan dalam diri manusia. Akhirnya terjadi perdebatan di antara keduanya dan kemudian muncul tawaran metode partisipatif. Metode partisipatif bertujuan melakukan pembenasan masyarakat dengan cara meningkatkan kesadaran dan kemampuan politiknya. Manusia dijadikan sebagai subjek dan obyek dalam ilmu dakwah. Ilmu dakwah dapat dikembangkan dengan beberapa metode penelitian sebagai berikut :
1.      Metode penelitian kuantitatif (positivisme)
2.      Metode penelitian kualitatif ( rasionalisme)
3.      Metode penelitian partisipatif
Ketiga metode penelitian di atas difokuskan pada proses penyampaian ajaran islam yang menjadi obyek formal ilmu dakwah. Selain menggunakan metode penelitian di atas, dalam ilmu dakwah juga menggunakan metode lain, yaitu :
1.      Metode eksperimen digunakan untuk meneliti hasil dakwah
2.      Metode etnografi digunakan untuk penelitian fenomena dakwah
3.      Metode PRA (Partisipatory Rural Appraisal), digunakan untuk mengkaji desa secara partisipatif
4.      Metode RRA (Rapid Rural Appraisal), digunakan untuk mengkaji desa secara cepat
Jika diteliti metodologi yang dipakai dalam mengungkapkan berbagai seluk beluk tentang dakwah, terlihat bahwa dilakukan berbagai usaha untuk menghimpun dalil-dalil dari Al Qur’an maupun As Sunnah, kemudian dalil tersebut diinterprestasikan sehingga menghasilkan suatu hukum dakwah. Kemudian lebih khusus lagi menuju pada penghimpunan dalil yang berkenaan atau dinilai mengandung unsur metodologi penyampaian pesan, dianalisi manfaat kegunaan dan manfaat serta efektifitas penggunaaan metode tersebut dan akhirnya disimpulkan suatu teori atau kaidah dalam berdakwah.Dalam analisis tersebut, maka metodologi tafsir maudlui (tafsir tematik) mempunyai peranan dominan. Dalam penggunaannya dapat bersifat analisi teks dengan pendekatan balaghah dan ilmu kebahasaan bisa juga dengan analisis histori suatu teks (asbabul nuzul suatu ayat atau asbabul wurud suatu hadist).
Ada dua pendekatan yang digunakan dalam metodologi ilmu dakwah sebagai berikut:[4]
1.      Pendekatan deduktif
Pendekatan dengan cara meneliti kaidah-kaidah umum yang berlaku kemudian diruntut hingga sampai pada kaidah khusus, misalnya dalil-dalil tentang amar ma’ruf nahi mungkar dapat menghasilkan kaidah-kaidah tentang amar ma’ruf nahi mungkar.
2.      Pendekatan induktif
Pendekatan untuk meneliti persoalan yang lebih spesifik untuk kemudian ditarik garis generalisasinya. Misalnya, bagaimana Zaidan menelusuri ayat-ayat dan perilaku sabar kemudian dimasukkan dalam generalisasi kaidah bahwa seorang harus memiliki akhlak yang baik.
 Selain menggunakan kedua pendekatan di atas, dalam prakteknya, ilmu dakwah juga menggunakan suatu metode historis. Dimana metode historis adalah metode yang dilakukan untuk meneliti bagaimana dakwah pada zaman Nabi hingga dewasa ini. Dalam praktek yang menyertai kedua. Pendektan historis dipakai untuk mengungkap makna suatu teks dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Selain metode historis, sering digunakan metode komparatif, yakni dengan  melihat perbandingan antara dakwah masa Rosul dengan masa sahabat atau melihat dakwah media konvensional dengan media dakwah kontemporer.
Secara garis besar menurut Amrullah Ahmad metode ilmu dakwah antara lain:[5]
1.      Pendekatan analisa sistem dakwah
Dengan pendekatan ini masalah dakwah yang kompleks dapat di rumuskan, proses dakwah dapat diketahui alurnya dan dapat diketahui hasilnya. Sehingga akan ada output terstruktur sebelum aplikasi dakwah itu sendiri. Karena perencanaannya sudah matang.
2.      Metode historis
Metode ini digunakan untuk melihat dakwah dalam prespektif waktu, kemarin, kini dan yang akan datang. Dengan metode ini, fenomena dakwah akan dipotret secara utuh.
3.      Metode reflektif
Refeksi pandangan dunia ke dalam pandangan epistimologis, kemudian penyusunan wawasan teoritik dan refleksi teoritik ke dalam proses pemahaman dakwah. Hasil dari metode ini yaitu dapat memperkuat teori yang ada, merevisi atau bahkan menggugurkan teori yang telah ada.
Dalam pembahasan mengenai metode ilmu dakwah, maka hal ini tidak lepas dari epistimologi ilmu dakwah. Epistimologi ilmu dakwah merupakan usaha seseorang untuk menelaah masalah-masalah obyektifitas, metodologi sumber serta validitas pengetahuan secara mendalam dengan menggunakan dakwah sebagai subyek bahasan (titik tolak berfikir)[6].
Menurut epistimologi dakwah ada beberapa metode yang digunakan dalam ilmu dakwah, yaitu:[7]
1.      Metode istinbaty
Penalaran dalam menjelaskan obyek kajian dakwah dengan cara menurunkan dari isyarat-isyarat Al Qur’an dan As Sunnah. Produk dari aplikasi metode ini menjadi teori utama dakwah yang menjadi acuan dalam membaca data-data penelitian dalam pengembangan ilmu dakwah.
2.      Metode iqtibasy
Penalaran dengan menjelaskan obyek kajian dakwah dengan meminjam pemikiran produk para pakar dakwah yang bersumber pada Al Qur’an dan As Sunnah, meminjam teori yang digunakan oleh disiplin antropologi secara kritis, ketika terjadi paradoks dan kontrakdiksi dengan teori yang diturunkan oleh teori pertama, maka teori pertama berfungsi untuk mengoreksi teori kedua.
3.      Metode istiqra’yi
Penalaran yang menjelaskan obyek kajian dakwah dengan metode ilmiah (science methode)
B.  Signifikasi Ilmu Dakwah
Dari pembahasan di atas, antara dakwah dan ilmu dakwah berbeda. Ilmu dakwah erat kaitannya dengan sains. Ada dua macam sains. Pertama, pure science yaitu sains yang berguna untuk pengembangan teori. Kedua, applied science yaitu sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Ilmu dakwah termasuk sains aplikatif. Hasil penelitian dari ilmu dakwah dapat berguna untuk proses dakwah.[8]Dimana kedepannya nanti akan ada pengembangan dari ilmu dakwah. Ilmu dakwah akan terus mengalami perkembangan, sehingga menghasilkan pembaharuan output dakwah.
Menurut Joseph W. Duben, sains applikatif ditunjuk pada penelitian sains yang dikonsentrasikan dalam pengembangan teknologi. Teknologi sendiri ada dua bentuk, yaitu software (perangkat lunak) dan hardware (perangkat keras). Software dari teknologi adalah bagaimana cara memanajemen dakwah. Maksudnya adalah untuk membuat gambaran secara utuh mengenai unsur-unsur dakwah yang dilibatkan. Sebelum pendakwah memulai dakwah, terlebih dahulu pendakwah akan mendapatkan informasi yang akurat dan obyektif tentang medan dakwah.info ini berguna untuk merumuskan langkah-langkah dakwah. Sedangkan hardwarenya adalah mesin dari ilmu dakwah itu. Maksudnya adalah cara penyampaian dakwahnya itu sendiri. Jika dianalogikan dengan komputer, hardware ilmu dakwah ini adalah perangkat-perangkat kerasnya yang kasat mata, seperti Monitor, mouse, dan lain-lain. Dalam ilmu dakwah yang berguna sebagai hardware adalah media yang digunakan untuk berdakwah yang mampu menunjang kegiatan dakwah.
Setelah dakwah selesai pendakwah akan melakukan evaluasi setelah dakwah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui titik kelemahan dan kelebihan dakwah. Cara yang digunakan untuk evaluassi adalah metode eksperimen. Ada dua hal yang digunakan sebagai ujian. Pertama, yaitu pretest dilakukan terhadap mitra dakwah sebelum menerima dakwah. Setelah dakwah selesai, mitra dakwah diuji kembali (posttest) hasil kedua ujian dibandingkan dan dijadiakan sebagai evaluasi diantara keduanya.[9]


Dalam ilmu dakwah dibagi menjadi dua bentuk teori pengembangan, yaitu :
1.    Pengujian teori
Teori yang telah ada diuji untuk kondisi yang berbeda. Selain untuk mengukur sebuah teori, tujuan pengujian teori adalah untuk mengembangkan konsep teori. Pengujian teori ini akan memunculkan teori baru dan teori lama menjadi teori besar.
2.    Pembentukan teori
Peneliti mendalami obyek peneliti secara cermat lalu dia menemukan data kualitatif. Peneliti akan menghasilkan sebuah teori-teori baru.
Teori menjadi pilihan bagi pendakwah. Semakin banyak teorinyang digunakan okeh pendakwah, maka semakin banyak pilihan yang dimilikinya. Untuk memilih dakwah, pendakwah harus memilih banyak media sesuai dengan medan dakwahnya. Kesesuaian ini dihasilkan oleh teori ilmu dakwah.
Manfaat ilmu dakwah secara langsung dapat ditunjukkan oleh metode partisipatip. Dalam metode ini antara pendakwah dan mitra dakwah melebur jadi satu. Pendakwah adalah ilmuan dakwah, dan ilmuan dakwah adalah pendakwah. Tujuan ilmu dakwah model ini bukan teori, melainkan pemberdayaan dan kesadaran masyarakat. Ilmuan dakwah tidak melihat pendakwah berceramah, melainkan ilmuan dakwah membuat langkah-langkah dari, dan oleh masyarakat.
Intinya signifikasi ilmu dakwah erat kaitannya dengan paradigma masyarakat. Pandangan masyarakat akan diarahkan kepada nilai-nilai positif yang beraasal dari islam. Dalam hal ini, dakwah islam diperlukan keberadaan bagi perkembangan masyarakat yang sedang berubah tata nilainya, agar mereka bisa mengenal dan berpikir bagaimana dapat bertindak dengan ajaran islam.
Dalam kenyataan antara dakwah islamiyah dengan realitas sosio-kultural selalu saling mempengaruhi. Pada satu segi dakwah islamiyah mampu memberikan output (hasil atau pengaruh) terhadap lingkungannya, dalam arti dapat memberikan dasar filosofis, arah, motivasi dan pedoman-pedoman perubahan masyarakat. Sehingga mewujudkan masyarakat baru dengan konfigurasi budaya yang berwarna dengan islam. Di lain pihak dakwah islamiyah dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam eksistensinya, corak dan gayanya serta arah yang dituju. Hal ini berarti aktualitas dakwah dipengaruhi ayau ditentukan oleh sistem sosio-kultural. Dengan aplikasi tersebut jelaslah peran dakwah islamiyah dalam membentuk masyarakat yang ideal yang dicita-citakan dalam kehidupan masyarakat yang sedang terjadi pergeseran tata nilai.
Kesadaran masyarakat tidak dibuktikan dengan pembangunan infrastruktur, tetapi ada pada pengetahuan, kemampuan dan kemauan masyarakat mengenai perjuangan hak-hak dan kewajiban mereka. Dengan kesadaran yang semakin meningkat, maka nilai islam pun akan meningkat.[10]


























BAB III
PENUTUP


A.     Kesimpulan
Ilmu dakwah adalah ilmu yang tergolong dalam kategori sains. Metode yang digunakan dalam ilmu dakwah sama dengan metode yang digunakan dalam metode ilmiah. Ilmu dakwah masuk dalam kategori metode linear, dimana hal yang dikaji dilakukan di ruang terbuka dan obyeknya adalah tingkah laku. Selain itu untuk melakukan penelitian ilmiah, dilakukan beberapa cara untuk melakukan penelitian ilmiah, yaitu; metode kuantitaf, metode kualitatif dan metode partisipatif. Ketiga metode penelitian di atas difokuskan pada proses penyampaian ajaran islam yang menjadi obyek formal ilmu dakwah. Selain menggunakan metode penelitian di atas, dalam ilmu dakwah juga menggunakan metode lain, yaitu; metode eksperimen, metode etnografi, metode PRA (Partisipatory Rural Appraisal) dan RRA (Rapid Rural Appraisal).Selain dengan metod di atas, masih ada lagi pendekatan yang digunakan, yati pendekatan deduktif adan pendekatan induktif. Metode historis dan komparatif juga digunakan dalam ilmu dakwah. Sedangkan menurut epstomologi ilmu dakwah, metode yang digunakan yaitu; istinbaty, iqtibasy dan istiqra’yi.
Manfaat ilmu dakwah secara langsung dapat ditunjukkan oleh metode partisipatip. Dalam metode ini antara pendakwah dan mitra dakwah melebur jadi satu. Pendakwah adalah ilmuan dakwah, dan ilmuan dakwah adalah pendakwah. Tujuan ilmu dakwah model ini bukan teori, melainkan pemberdayaan dan kesadaran masyarakat. Ilmuan dakwah tidak melihat pendakwah berceramah, melainkan ilmuan dakwah membuat langkah-langkah dari, dan oleh masyarakat.
Dalam pengembangan ilmu dakwah ada dua macam teori pengembangan, yaitu pengujian teori dan pembentukan teori. Hasil dari pengembangan kedua teori tersebut akan digunakan untuk menentukan pilihan dalam berdakwah. Intinya signifikasi ilmu dakwah erat kaitannya dengan paradigma masyarakat. Pandangan masyarakat akan diarahkan kepada nilai-nilai positif yang berasal dari islam. Dalam hal ini, dakwah islam diperlukan keberadaan bagi perkembangan masyarakat yang sedang berubah tata nilainya, agar mereka bisa mengenal dan berpikir bagaimana dapat bertindak dengan ajaran islam.
B.    SARAN
Demikian yang dapat kami tulis dalam proses penyusunan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat sebagai bahan referensi dan sebagai wawasan kita untuk mengetahui bagaimana metode dalam ilmu dakwah serta bagaimana signifikasi ilmu dakwah. Kritik dan saran sangat kami perlukan untuk proses penyempurnaan makalah ini, utamanya dari Dosen Pengampu mata kuliah dan dari teman-teman mahasiswa yang membacanya. Apabila ada kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf.






















DAFTAR PUSTAKA


Amin, Samsul Munir. 2008. Rekonstruksi Pemikir Dakwah Islam. Jakarta:Sinar Grafika Offset.
Aripudin, A., Syukriadi Sambas. 2007. Dakwah Damai. Bandung:Remaja Rosdakarya Offset.
Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta:Prena Media Group.
Sasaki, Mashud. “Kontruksi Metode Ilmu Dakwah dalam Konsep Gerakan Dakwah Hidayatullah”. 24 Februari 2016. https://hudcenter.wordpress.com/2015/02/06-konstruksi-ilmu-dakwah-dalam-konsep-gerakan-dakwah-hidayatullah.html.
Suisyanto.2006. Pengantar Filsafat Dakwah. Yogyakarta:Teras.
Taufik, Tata. 2003. Dakwah Era Digital. Kuningan:Pustaka Al Ikhlas.


[1] Samsul Munir Amin, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008), hlm. 10.
[2] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta :Prena Media Group, 2004), hlm. 62.
[3]Ibid, hlm.  64.
[4] Tata Taufik, Dakwah Era Digital, (Kuningan:Pustaka Al Ikhlas, 2013), hlm. 17.
[5] https://hudcenter.wordpress.com/2015/02/06-konstruksi-ilmu-dakwah-dalam-konsep-gerakan-dakwah-hidayatullah//

[6] Suisyanto, Pengantar Filsafat Dakwah, (Yogyakarta: Teras, 2006), hlm. 69.
[7] Acep Aripudin, Syukriadi sambas, Dakwah Damai, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2007), hlm. 69.
[8] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta :Prena Media Group, 2004), hlm. 67.
[9]Ibid, hlm. 63.
[10]Ibid, hlm. 69.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar