BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat erat kaitannya dengan cara berfikir. Cara
berfikir filsafat berbeda dengan cara berfikir biasa. Berfikir menurut filsafat
adalah berfikir yang mendalam dalam memikirkan suatu obyek. Dalam hal ini tidak
ada kebenaran yang dibenarkan dari filsafat karena kebenaran itu masih perlu
dicarikan kebenaran lain yang sifatnya lebih pasti. Filsafat bermula dari
pertanyaan dan berakhir dengan pertanyaan. Dalam memahi lebih lanjut mengenai
filsafat itu diperlukan pemaham lebih lanjut tentang pengertian dasar filsafat.
Filsafat sendiri diartikan sebagai sebuah kegiatan
berfikir yang mendalam. Maka dari itu, output dari hasil pemikiran itu
akan berbeda-beda dari masing-masing individu. Hal demikian tidak
dipermasalahkan dalam berfilsafat, karena ada sifat kebebasan dalam berfikir.
Setiap hasil rumusan dari proses berfikir akan dijadikan sebuah teori baru yang
akan terus dikembangkan. Oleh karena itu, tidak heran jika filsafat disebut
sebagai induk dari segala jenis ilmu. Induk dari filsafat sendiri adalah proses
berfikir. Untuk mendapatkan semua itu maka selayaknya mengenal bagaimana dan
apa itu filsafat serta hal-hal apa yang dibahas dalam filsafat. Pembahasan
lebih lanjut mengenai filsafat akan dijelaskan lebih lanjut dalam pembahasan
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian filsafat?
2. Bagaimana ciri-ciri berfikir filsafat?
3. Ada berapa macam gaya dalam berfilsafat?
4. Apa cabang-cabanng dari berfilsafat?
5. Bagaimana prinsip-prinsip dalam
berfilsafat?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui penjelasan lebih lanjut
mengenai filsafat
2. Menambah pengetahuan dan melatih cara
perfikir filsafat
3. Sebagai salah satu bahan diskusi
4. Untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Filsafat Ilmu
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
1. Definisi Etimologis
Secara etimologis, istilah filsafat merupakan
padanan kata dari falsafah (bahasa arab) dan philosophy (bahasa
inggris), yang berasal dari bahasa Yunani philosophia. Philosophia terdiri
dari dua kata yaitu philo yang artinya cinta (love) dan sophia yang
artinya kebijaksannan (wisdom).[1]
Dapat diartikan bahwa filsafat artinya cinta kebijaksanaan atau cinta kearifan.
Menurut sejarah , istilah philosopia kali
pertama digunakan oleh phytagoras (abad ke 6SM) saat diajukan pertanyaan
kepadanya apakah phytagoras termasuk orang yang sederhana. Lalu phytagoras
menjawab bahwa dia adalah seorang philosopia.
2. Definisi Terminologi
Memahami filsafat tidak cukup dengan definisi
etimologi, namun perlu pemahaman secara terminologi. Ada banyak sudat pandang
mengenai efinisi terminologi. Beberapa diantaranya sebagai berikut :[2]
a. Filsuf pra Socrates
Filsafat
adalag sebuah ilmu untuk memahami hakikat alam dan realitas dengan mengandalkan
akal budi.
b. Plato
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni.
c. Aristoteles
Filsafat
adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa mencari prinsip-prinsip dan
penyebab-penyebab dari realitas yang ada.
d. Rene Descrates
Filsafat
adalah himpunan dari segala pengetahuan yang penyelidikannya adalah mengenai
Tuhan, alam dan manusia.
e. William James
Filsafat
adalah upaya luar biasa hebat untuk berfikir jelas dan terang.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa filsafat adalah proses berfikir secara radikal (mendasar,
mendalam, sampai ke akar-akarnya),
sitematik (teratur, runtut logis dan tidak serampangan) untuk mencapai
kebenaran universal (umum, terintregal, tidak khusus dan tidak parsial).
B. Ciri-Ciri Berfikir Filsafat
Berfilsafat tidak hanya sekedar
berfikir secara umum. Melainkan ada perbedaan antara berfilsafat dan tidak
berfilsafat. Berikut ciri-ciri orang yang berfilsafat.
1. Berfikir radikal
Berfikir secara radikal adalah berfikir secara
mendalam untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berfikir radikal
bermaksud untuk memahami akar realitas itu sendiri. [3]
seorang filsuf beranggapan dengan ditemukannya akar dari suatu persoalan, maka segala sesuatu yang tumbuh di atasnya
dapat dipahami, sehingga akar permasalahan yang datang akan mudah dimengerti.
2. Mencari asas
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) asas diartikan sebagai suatu dasar yang menjadi
tumpuhan dalam berfikir. Seorang filsuf akan selalu mencari asas yang hakiki
dari suatu realitas. Mencari asas berarti juga diartikan upaya untuk menemukan
sesuatu yang menjadi esensi realitas. Dengan menemukan esensi maka realitas
dapat diketahui dengan jelas.
3. Memburu kebenaran
Kebenaran dalam berfilsafat tidak pernah mutlak dan
final, melainkan terus bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran yang
lebih pasti. Kebenaran yang diburu adalah kebenaran yang hakiki tentang seluruh
realitas dan setiap hal yang dapat dipersoalkan.
4. Mencari Kejelasan
Salah
satu penyebab dari berfilsafat adalah adanya keraguan. Untuk menghilangkan
keraguan itu maka harus mencari kejelasan.
5. Berfikir rasional
Berfikir tasional adalah befikir logis, sistematis
dan kritis. Berfikir kritis adalah befikir yang dapat ditarik kesimpulan dan
mengambil keputusan-keputusan yang tepat. Berfikir sistematis adalah berfikir
yang berhubungan satu sama lain dan saling berkaitan secara logis. Sedangkan
berfikir kritis adalah berfikir terus-menerus mengevaluasi argumen yang
mengkalim diri benar.
6. Komprehensip (menyeluruh)
Filsafat ingim mengetahui totalitas dari suatu
obyek. Filsafat tidak puas jika hanya menyelidiki sudat pandang tertentu
seperti yang dilakukan oleh ilmu lain.
7. Spekulatif
Filsafat berdasarkan pada dugaan-dugaan yang masuk
akal dan tidak hanya berdasarkan bukti empiris. Ini tidak berarti bahwa dugaan
filsafat tidak ilmiah tapi pemikiran filsafat memang tidak masuk dalam
kewenangan ilmu khusus.
8. Bertanggungjawab
Orang yang berfilsafat harus mampu bertanggung jawab
pada hasil pemikirannya pada hati nuraninya. Orang yang berfilsafat juga harus
mampu merumuskan pemikiran-pemikirannya agar mampu dikomunikasikan dengan orang
lain.
C. Beberapa Gaya Berfilsafat
Filsafat bisa dimengerti dan dilakukan melalui
banyak cara. Bertens menengarai ada beberapa cara dalam berfilsafat sebagai
berikut :
1. Berfilsafat yang arat kaitannya dengan
sastra
Hal ini menjelaskan bahwa sebuah karya-karya
filsafat mempunyai nilai sastra yang tinggi. Contoh, Satire tidak hanya dikenal
sebagai penulis karya filsafat, tapi juga penulis novel, drama, skenario atau
film.[4]
Karya filsafat membutuhkan ungkapan bahasa yang tidak jarang membutuhkan
nilai-nilai sastra. Namun tidak semua karya sastra mengandung dimensi
falsafati, sebab masing-masing bidang mempunyai kekhasasn sendiri-sendiri.
2. Berfilsafat yang dikaitkan dengan sosial
politik
Disini filsafat sering diidentikkan dengan praksis
politik. Sebuah karya filsafat dipandang mempunyai dimensi idiologis yang
relevan dengan konsep negara. Filsuf yang terkenal dengan gaya ini adalah Karl
Marx. Dia terkenal dengan ungkapannya “Para filsuf sampai sekarang hanya
menafsirkan dunia. Kini tibalah saatnya untuk mengubah dunia”[5]
3. Berfilsafat yang berkaitan dengan
metodologi
Para filsuf menaruh perhatian besar terhadap
persoalan-persoalan metode ilmu seperti
yang dilakukan oleh Descrates dan Karl Popper. Descrates mengatakan jika kita
ingin memperoleh kebenaran, maka harus meragukan segala sesuatu (skeptis
metode). Namun ada satu hal yang tidak
dalam diragukan, yaitu kita yang sedang dalam keadaan ragu, Cogito Ergo Sum.
Descrates menyajikan langkah-langkah metodis sebagai berikut:
a. Meragukan segala sesuatu yang dianggap
benar
b. Mengklarifikasi hal-hal yang sederhana
hingga ke hal-hal yang rumit
c. Pemecahan masalah dimulai dari hal-hal
yang sederhana
d. Memeriksa kembali hal-hal secara
menyeluruh, mungkin masih ada hal yang tersisa atau terabaikan
4. Filsafat dikaitkan dengan kegiatan
analisis bahasa
Berfilsafat yang menekankan pada analisis bahasa
dinamakan logosentrisme. Tokoh sentral adanalah Wittgenstain, mengatakan bahwa
filsafat secara menyeluruh adalah kritik
bahasa. Tujuan utama filsafat adalah untuk mendapatkan klarifikasi logis
tentang pemikiran. Filsafat bukanlah seperangkat doktrin, tapi suatu kegiatan.
5. Berfilsafat dikaitkan dengan
menghidupkan pemikiran filsafat di masa lampau.
Aktivitas filsafat mengacu pada penguasaan sejarah
filsafat. Dalam hal ini cara mempelajari filsafat yang baik adalah dengan
mengkaji teks filsuf masa dulu.
6. Filsafat dikaitkan dengan tingkah laku
dan etika
Etika dipandang sebagai atu-satunya kegiatan
filsafat yang paling nyata, sehingga dinamakan juga praksiologis bidang ilmu
praktis.
D. Cabang-Cabang Utama Filsafat
Filsafat merupakan induk dari
segala ilmu pengetahuan, sehingga ilmu-ilmu yang lain merupakan anak dari
filsafat. Filsafat mempunyai bidang kajian yang luas, sehingga diperlukan
pembagian di dalam mengkajinya. Plato membagi filsafat ke dalam tiga macam
bidang sebagai berikut:[6]
1. Dialektika
Cabang
filsafat yang membicarakan ide-ide atau pengertian umum
2. Fisika
Filsafat
yang di dalamnya membicarakan tentang materi
3. Etika
Filsafat
yang di dalamnya membicarakan persoalan baik dan buruk
Menurut
Aristoteles dikelompokkan menjadi empat, diantara sebagi berikut:
1. Logika, yaitu ilmu pendahuluan bagi
filsafat, ilmu yang mendasari dalam memahami filsafat
2. Filsafat teoritis atau filsafat
nazariah, di dalamnya terdapat ilmu-ilmu lain yang penting, seperti fisika,
ilmu matematika dan ilmu metafisika. Menurut Aristotelas ilmu metafisika inilah
bagian utama dari filsafat
3. Filsafat praktis atau filsafat alamiah
Di
dalamnya terdapat tiga macam ilmu yang penting, diantaranya
a. Ilmu etika yang mengatur kesusilaan dan
kebahagiaan dalam hidup perorangan
b. Ilmu ekonomi yang mengatur kesusilaan
dan kemakmuran dalam keluarga (rumah tangga)
c. Ilmu politik yang mengatur kemakmuran
dan kesusilaan dalam negara
4. Filsafat poetika merupakan filsafat
kesinian
Filsafat
yang membicarakan tentang keindahan, pengertian seni, penggolongan seni, nilai
seni, aliran seni dan teori penciptaan seni
Menurut Kattsoff cabang-cabang filsafat
sebagai berikut:
1. Logika
Logika adalah cabang filsafat yang secara khusu
menguji keabsahan berfikir. Secara etimologi, logika berasal dari kata logicos
atau logos artinya sesuatu yang diutarakan. Logika merupakan cabang
filsafat yang bersangkutan denngan berbagai aturan penyimpulan yang sah.[7]Ada
dua macam logika. Pertama, logika deduktif atau logika formal adalah
logika yang membicarakan susunan-susunan proposisi-proposisi dan penyimpulan
yang sifatnya keharusan berdasarkan susunannya. Kedua, logika induktif
adalah logika yang mencoba untuk menarik kesimpulan dari proporsisi-proporsisi
yang spesifik dengan memperhatikan sifat-sifat dari bahan yang diamati. [8]
2. Metodologi
Metodologi ialah sebagaimana yang ditunjukkan oleh
pernyataan yakni ilmu pengetahuan atau mata pelajaran tentang metode khususnya
metode ilmiah. Metode-metode yang lain misalnya metode yang dipakai dalam
sejarah. Metodologi membicarakan hal-hal seperti observasi, hipotesis, hukum,
teori, susunan eksperimen dan sebagainya.
3. Metafisika
Metafisika adalah hal-hal yang terdapat sesudah
fisika. Hal-hal yang teerdapat dibalik yang tampak. Metafisika oleh Aristoteles
disebut dengan ilmu pengetahuan mengenai “Yang ada” sebagai “yang ada”,
yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan atau yang ada sebagai
yang dijumlahkan.[9]
Istilah metafisika itu sendiri berassal dari kata Yunani meta ta physika dapat
diartikan sesuatu yang ada di balik atau di belakang benda-benda fisik.
Aristoteles menggunakan istilah Proto Philosopia untuk metafisika.
Menurut Christian Wolff mengklasifikasikan
metafisika sebagai berikut:
a. Metafisika umum (ontologi) membicarakan
tentang hal ada.
b. Metafisika khusus
1)
Phisikology:
membicarakan tentang hakikat manusia
2)
Kosmologi:
membicarakan tentang hakikat atau asal-usul alam semesta
3)
Theology:
membicarakan tentang hakikat keberadaan Tuhan
Metafisika dapat
dikatakan tidak sebagai ilmu manakala yang dimaksud dengan ilmu itu sendiri
adalah sesuatu yang bersifat pasti dan dikatakan sebagai ilmu manakala yang
dimaksud dengan ilmu itu adalah suatu penyelidikan yang dikaitkan dengan sikap
dan metode tertentu. Beberapa peran metafisika dalam ilmu pengetahuan yaitu:
1) Metafisika mengajarkan cara berfikir
yang cermat dan tidak kenal lelah dalam pengembangan ilmu pengetahuan
2) Metafisika menuntut orisinalitas
berfikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan.
3) Metafisika memberi bahan pertimbangan
yang matang bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama pada wilayah
pandangan, sehingga persoalan yang diajukan memiliki landasan berpijak yang
kuat.
4) Metafisika membuka peluang bagi
terjadinya perbedaan visi di dalam melihat realitas karena tidak ada kebenaran
yang benar-benar absolut
4. Epistimologi
Epistimologi berasal dari bahasa Yunani “Episteme”
dan “Logos”. Episteme artinya pengetahuan dan logos
artinya teori. Obyek material epistimologi adalah pengetahuan sedangkan obyek
formalnya adalah hakikat pengetahuan. Persoalan-persoalan penting yang dikaji
dalam epistimologi berkisar pada masalah: asal-usul pengetahuan, peran
pengalaman dan akal dalam pengetahuan dengan keniscayaan, hubungan antara
pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan skeptisisme universal, dan
bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berasal dari konseptualisasi.
Perbincangan penting dalam epistimologi juga terkait
dengan jenis-jenis pengetahuan. Pengetahuan itu ada yang ilmiah dan nir ilmiah.
Pengetahuan ilmiah memiliki beberapa ciri pengenal sebagai berikut:
a. Berlaku umum, artinya jawaban atas
pertanyaan apakah sesuatu hal itu layak atau tidak layak, tergantung pada
faktor-faktor subjektif.
b. Mempunyai kedudukan mandiri (otonomi),
artinya meskipun faktor-faktor di luar ilmu juga ikut berpengaruh, tetapi harus
diupayakan agar tidak menghentikan pengembangan ilmu secara mandiri.
c. Mempunyai dasar pembenaran
d. Sistematik
e. Intersubjektif, artinya kepastian
pengetahuan ilmiah tidaklah didasarkan atas intuisi-intuisi serta
pemahaman-pemahaman secara subjektif, melainkan dijamin oleh sistemnya itu
sendiri.
Pengetahuan
dipandang dari jenis pengetahuan yang dibangun dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan biasa
b. Pengetahuan ilmiah
c. Pengetahuan filsafat
d. Pengetahuan agama
Pengetahuan
dipandang atas dasar kriteria karakteristiknya dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan indrawi, pengetahuan
berdasarkan indra
b. Pengetahuan akal budi, pengetahuan yang
didasarkan atas kekuatan rasio
c. Pengetahuan intuituf, jenis pengetahuan
yang memuat pemahaman secara tepat
d. Pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan
otoritatif, jenis pengetahuan yang dibangun atas dasar kredebilitas seorang
tokoh atau sekelompok orang yang dianggap profesional dalam bidangnya.
5. Biologi kefilsafatan
Membicarakan persoalan-persoalan mengenai biologi.
Biologi kefilsafatan mencoba untuk menganalisis pengertian-pengertian hakiki
dan biologi. Biologi kefilsafatan membantu bersifat kritis, bukan hanya
terhadap istilah-istilah biologi, melainkan juga terhadap metode-metode serta
teori-teorinya.
6. Psikologi kefilsafatan
Memberikan
petanyaan psikolog yang meliputi apakah jiwa, nyawa, ego ,akal dan kehendak.
7. Antropologi kefilsatan
Menegmukakan
pertanyaan tentang manusia dan makna sejarah manusia.
8. Sosiologi kefilsafatan
Mengemukakan
pertanyaan mengenai hakikat masyarakat serta negara.
9. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membicarakan baik
dan buruk. Bersangkutan dengan tanggapan-tanggapan yang mengenai tingkah laku
yang betul. Etika berusaha untuk menemukan fakta-fakta mengenai situasi
kesusialaan agar dapat menerapkan terhadap fakta tersebut.
10. Estetika
Adalah cabang filsafat yang membicarakan definisi,
dan susunan, dan peranan keindahan, khususnya di dalam seni.
11. Filsafat Agama
Cabang-cabang yang membicarakan jenis-jenis
pertanyaan berbeda mengenai agama. Filsafat agama tidak berkepentingan mengenai
apa yang orang percayai, tetapi mau tidak mau harus menaruh perhatian kepada
makna istilah yang digunakan, ketentuan diantara kepercayaan dan berhubungan
dengan kepercayaan agama dan kepercayaan yang lain.
12. Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios dan logos.
Axios adalah nilai atau sesuatu yang berharga, logos artinya
akal, teori. Jadi aksiologi adalah teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,
keriteria, dan status metafisik dari nilai. Menurut Runes, problem utama dalam
aksiologi berkaitan dengan empat faktor penting sebagai berikut:
a. Kodrat nilai berupa problem
b. Jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan
pandangan antara lain intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri,
nilai-nilai instrumental, yang menjadi peneybab mengenai nilai-nilai
instrinsik.
c. Kriteria nilai, yaitu ukuran untuk
menguji nilai yang dipengaruhi sekaligus oleh psikologis dan logika.
d. Status metafisik nilai mempersoalkan
tentang bagaimana hubungan antara nilai terhadapa fakta-fakta yang di selidiki
melalui ilmu kealaman, kenyataan terhadap keharusan pengalaman manusia tentang
nilai pada realitas kebebasan manusia.
E. Prinsip-Prinsip Dalam Berfilsafat
Berfilsafat selalu berkaitan dengan
pengalaman umum manusia. Cara berfilsafat yang baik justru bermula dari hal-hal
yang dialami sendiri oleh calon filsuf. Filsafat itu menurut Aristoteles,
dimulai dari suatu thauma (rasa kagum) yang timbul dari suatu aporia,
yakni problema yang sulit dicarikan jalan keluarnya. Lima prinsip penting
menurut The Liang Gie dalam berfilsafat agar calon filsuf mendapat jalan yang
optimal sebagai berikut:[10]
1. Meniadakan kecongkakan, maha tahu
sendiri. Seseorang yang ingin mulai berfilsafat harus mampu mengendalikan
dirinya, terutama sikap merasa diri sudah tahu tentang hal yang akan
dipelajari. Sikap yang demikian hanya akan melahirkan solipsisme, yankni
menganggap hanya pendapatnyalah yang paling benar.
2. Perlunya sikap mental berupa kesetiaan
pada kebenaran. Kesetiaan pada kebenaran akan melahirkan keberanian untuk
mempertahankan kebenaran yang diperjuangkannnya. Kesetiaaan pada kebenaran ini
juga akan melahirkan kejujuran
3. Memahami secara sungguh-sungguh
persoalan-persoalan filsafati serta berusaha memikirkan jawabannya.
4. Latihan intelektual itu dilakukan secara
aktif dari waktu ke waktu dan diungkapkan baik secara lisan maupun secara
tertulis.
5. Sikap keterbukaan diri artinya orang
yang mempelajari filsafat tidak dihinggapi oleh prasangka tertentu atau
pandangan sempit yang tertuju ke suatu arah saja atau sudah terlebih dahulu
memihak pada suatu pandanngan tertntu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Demikian yang dapat
kami tulis dalam proses penyusunan makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat sebagai bahan referensi dan sebagai wawasan kita untuk mengetahui
bagaimana dan apa yang dimaksud dengan filsafat itu. Kritik dan saran sangat
kami perlukan untuk proses penyempurnaan makalah ini, utamanya dari Dosen
Pengampu mata kuliah dan dari teman-teman mahasiswa yang membacanya. Apabila
ada kesalahan dalam penulisan kami mohon maaf.
DAFTAR PUSTAKA
Maksum
Ali. 2010. Pengantar Flisafat. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Mustansyir
Rizal & Munir Misnal. 2013. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Susanto
A. 2014. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Bernadian,
Win Usuludin. 2011. Membuka Gerbang Filsafat. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
[1] Ali Maksum,
Pengantar Filsafat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), hlm. 15.
[2] Ibid hlm. 17.
[4] Drs.
Rizal Mustansyir M. Hum & Drs. Misnal Munir M. Hum, Filsafat Ilmu,
(Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 5.
[5] Ibid, hlm. 6.
[6] Drs, Susanto, M. Pd., Filsafat Ilmu, (Jakarta:Bumi Aksara,
2014), hlm. 19.
[7] Wien Ushuludien
Bernadien, Membuka Gerbang Filsafat, (Yogyakarta:Stain Jember Press,
2011), hlm. 58.
[8] Drs, Susanto, M. Pd., Filsafat Ilmu, (Jakarta:Bumi Aksara,
2014), hlm. 22.
[10] Ibid, hlm. 35-37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar